Wednesday, December 26, 2012

Prometheus dan Kierkegaard: The Truth is Subjectivity


Soren Kierkegaard & Prometheus (movie)
Film hasil karya sutradara terkenal Scott Riddley ini membawa genre fiksi ilmiah. Prometheus diawali dengan adegan yang menurut saya membingungkan maksud dan tujuannya sampai akhirnya bisa dimengerti setelah pertengahan film. Bagian tersebut menceritakan tentang proses penciptaan manusia, bahwa mereka diciptakan dari medium tanah dan air. Kemudian logika membawa pemahaman pada adegan awal film ini yaitu bahwa untuk menciptakan kehidupan baru yang ideal harus dengan menghancurkan kehidupan yang lama. 

Ada Camus di “Malaikat Juga Tahu"-nya Rectoverso

Foto Albert Camus dan Novel Rectoverso karya Dee Lestari
Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari.

Mereka yang tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia.

Dewi Lestari atau Dee adalah seorang penulis cerdas yang dalam setiap karyanya selalu tidak hanya unsur sastra yang diketengahkan. Dia bisa meracik adonan dari berbagai bidang ilmu ke dalam sebuah karya sastra yang luar biasa kontemplatis. Pemikiran fiktif, sains, kimia, sosiologi sampai filsafat adalah tema-tema yang menjadi ranah garapan karya-karyanya. Dia selalu bisa menjadi seorang yang saintis, humanis, sosialis, dan filosofis dalam karya-karya yang sederhana dan rumit dalam satu paket. Salah satu karyanya yang fenomenal adalah sebuah karya hibrida gabungan buku dan musik, Rectoverso.

Tuesday, December 25, 2012

Hpyap 19 Brhtdya Cwklsuiy!



Hpyap 19 Brhtdya Cwklsuiy!



(bacanya pake otak kanan…ciee)

25 Desember 1993, di saat banyak orang di dunia sibuk merayakan natal, seorang ibu tengah berjuang antara hidup dan mati. Dengan peluh dan air mata, di sebuah rumah sakit di Kota Gudeg sana. Seorang bayi dengan muka lugunya terlahir ke dunia, dan pada saat itu juga jodoh dan rezekinya telah Allah tentukan baginya.

25 Desember 2012, kembali di saat jutaan orang di dunia bersukacita dengan euforia natal, seorang manusia yang terlahir 19 tahun silam tengah merenung dengan bertambahnya usia yang harus dijalaninya. Momen pertambahan usia adalah selalu merupakan awal perjuangan menuju hidup yang baru, menuju pencapaian-pencapaian yang baru, mimpi-mimpi yang terus berkembang dan berbuah manis, pahit bahkan getir. Semuanya telah-sedang-dan-akan dijalani.

19, sebuah angka sederhana yang merupakan lingkaran  jalur angka 1 dari dua digit (1+9=10, 1+0=1, 1=jalur angka). Dia merupakan sebuah keunikan jalur angka 1 karena terdiri dari digit terkecil (1) dan terbesar (9) dan yang termuda.Lihat saja yang lainnya semisal; 10, 28, 37, 46, 55 sampai 91 yang merupakaan dua digit terbesar. Ini ngomong apa sih? Ngaco…hahaha, abaikan!

19, akan menjadi gerbang sekaligus pintu keluar dari usia belasan ke usia puluhan. Perjalanan masih saaaaaangat panjang.Semoga kamu bisa menemukan berkah di setiap langkah perjalanan hidupmu.Semakin dewasa dalam menyikapi setiap masalah dan anugerah.

Sekali lagi, HAPPY BIRTHDAY my super-neptune-agent-partner of the world, Desi Wulansari.

Our birthday greeting video project on youtube. Check this out!!!

Thanks for: ratih, kheke, tiya, pipit, ela, tiwi. Makasih buat bantuannya bikin video project ini.

Friday, December 14, 2012

Dapatkah Thou kembali menjadi It?


I and Thou | gambar: gfxtra.com
Pandangan filsafat Martin Buber tertuang dalam sebuah buku, yang tidak terlalu tebal untuk sebuah buku filsafat, berjudul I and Thou. Pandangan utamanya dalam buku ini menyatakan bahwa awal dari segala sesuatu adalah relasi. Manusia hidup dalam relasi. Baginya, all real living is meeting, manusia akan hidup terisolir jika tanpa melakukan relasi apa-apa. Relasi yang pertama adalah I-It, dan yang kedua adalah I-Thou.

Absurd Hero dalam Mythe of Sisyphus

Sisyphus | gambar: photobucket.com

Di dalam “Mythe of Sisyphus” karya Albert Camus, ada bagian yang membahas mengenai manusia absurd. Pada bagian ini, Camus menginterpretasikan atau lebih tepatnya merefleksikan pemikirannya tentang absurditas dalam tiga kisah menarik. Kisah-kisah ini memberi pemahaman rumit tentang manusia absurd itu. Saya merasa ikut menjadi absurd atau mungkin sayalah absurd hero itu ketika membaca ke-absurd-an pemikiran Camus dalam tiga kisah manusia absurd tersebut.

Wednesday, December 12, 2012

Kafka yang Gagal Bercinta

Milena Jesenska | yadvashem.org
Beberapa hari yang lalu saya diajak berdiskusi dengan seorang dosen filsafat. Topik yang kami bicarakan seputar 'cinta'. Wah ini menarik, pikir saya. Makanya saya mulai terlarut dalam obrolan demi obrolan sambil minum segelas blue squash. Kami membicarakan seputar Kafka. Kenapa Kafka? Saya juga kurang begitu ingat bagaiman awal mula membicarakan Kafka. Jelasnya, tadinya ngomongin seputar kafe dan tiba-tiba muncul nama "Milena Cafe".

Milena ini nama yang tak asing bagi para pecinta karya Kafka tentunya. Obrolan berlanjut dan yang saya dapat justru identitas dan sejarah Kafka.

Gak Perlu Dibaca...

"Bagaimanapun ini adalah soal produktivitas," demikian kata-kata muncul di benak gue.

Apa itu produktivitas? Apa yang gue pikirin sebenernya? Kenapa kata-kata itu sering banget berseliweran di otak gue?

Sepertinya gue sedang mengalami sebuah complicated-relationship dengan sebuah kata "productivity". Entahlah, semakin bertambah umur dan perkembangan pola pikir yang orientasinya juga semakin rumit, kayaknya makin banyak tuntutan pada diri sendiri. Belum lagi tuntutan dari orang lain, bahkan makhluk lain. Pernah gak sih lo, ngerasain gimana rasanya memikirkan masa depan? Gak tau deh, apa ini?

Kadang berpikir skeptis jadi titik temu yang cenderung ke arah pelarian diri dari kenyataan.

Di satu titik, memikirkan masa depan seringnya selalu yang indah-indah, bahagia, bisa punya ini-itu, dapet itu-ini, pergi ke sana-situ-sini dan sebagainya. Tapi di sisi lain, orang kedua dalam diri gue mengkontra,"Apa lo yakin dengan masa depan lo itu? Apa yang udah lo lakuin untuk bisa mencapai semua itu, sekarang?"

Jleb! Produktivitas, akhirnya bertolak ke kata satu itu. Bagaimana produktivitas gue saat ini? Kayaknya lo lebih banyak ngabisin duit daripada 'muterin' duit deh? Seberapa banyak yang udah lo lakuin buat sekitar lo? Yaampun, kayaknya semakin rumit.

Memikirkan pemikiran yang sudah seharusnya dipikirkan sehingga bisa membuat pikiran selalu kepikiran itu memang bukan sesuatu yang menyenangkan. Banyak orang bilang kontraproduktif.

Dadaaaah...

Monday, December 10, 2012

Just Prologue

Milkweed flower | tinycamper.files.wordpress.com
When first I knew her, I thought her an amusing scrap of girl, silly and a bit grubby from her morning spent in the gardens. When not pottering about out of doors, she seemed always to be reading some poetic nonsense or other and loved nothing more than pose the most disturbing questions. Still, I liked her even then and, I think, she admired me. But her father took notice and pronounced me unsuitable, effectively pruning our young-friend-ship before it could grow into anything. I soon forgot about you. Or so I convinced myself.

Years passed, and when I saw her again she was altogether changed. Not only her situation, which had changed from privileged to piteous, but also her very substance. At least it seemed so to me.

Others would look at her with much different eyes. They would see, perhaps, a fallen woman at the deepest point of humiliation. A woman to be flicked off one’s sleeve like a disguisting worm. Or an insect to be tormented. Cruel, overgrown schoolchildren that many are, they seem to delight in ripping off one wing, then another, watching in morbid glee as she falls helpless to the ground.

Skripsi Lagi-Lagi Skripsi-Lagi-Lagi Skripsi

Hai guys! Hahaha sapaan ala on clinic abis.

Gue pengen curhat. Ini serius. Gak nyangka ya ternyata sekarang udah jadi mahasiswa tingkat akhir di kampus (sebenernya sih nyangka, cuma buat mendramatisir aja). Seberapa jauh gue udah berguna bagi orang banyak, minimal diri gue sendiri ya? Rasa-rasanya ada yang kuraaaaang mulu. Mungkin ini wajar, namanya manusia bukan hal yang mudah untuk mencari titik kepuasaan. Tapi sejauh pengamatan dan perenungan serta semedi yang mendalam, kok ya gue berasa masih gini-gini aja gitu loh.

Gue sering lihat temen-temen yang aktif di organisasi atau aktif ber-enterpreneur, mereka sepertinya punya pencapaian tersendiri dalam kehidupan mereka, especially di dunia kampus. Mereka ada semacam yang dibanggain walaupun gue tau gak semuanya suka nunjukin apa pencapaian mereka itu. Kenapa gue berpikir gini, naif memang. Apa gue bisa yang seperti mereka? Apa yang bisa gue lakuin dan bisa banggain diri gue sendiri. Lebih tepatnya "apa sebenarnya yang bisa dibanggain dari diri gue?"

Gue tahu ini berat. Sejauh ini kayaknya gue lebih banyak berfoya-foya tanpa ada planning ke depan. Rencana jangka panjang ada tapi kok ya kayak gak ada effort dari diri gue sendiri untuk tau step-by-step yang harus gue jalani. Apa gue terlalu santai menikmati hidup? Apa emang gue udah terlalu nyaman dengan hidup yang kayak gini? Pikiran-pikiran ini selalu muncul saat sendiri, susah ngungkapin apapun di depan banyak orang.

Semester tujuh bakal lewat sebentar lagi. Bahkan rencana jangka pendek pun belum gue create. Hidup macam apa ini? Semester 8 bakal freak sama skripsi. Dan how aboout it? Jawabannya: Nothing I've prepared. Skripsi di depan mata, tapi kenapa gairah buat ngerjainnya belum ada ya. Passion itu sama sekali belum kelihatan. Apa harus mengebom pola pikir dulu? Tapi pake apa? Siapa yang mau ngelakuinnya?


Skripsi sudah di depan mata. Kata dosen pembimbing,"Kamu gak usah terlalu mikirin skripsi. Skripsi itu jangan dibikin pusing. Jangan terlalu sulit nentuin topik dan metode. Yang penting analisis dan pembahasannya sesuai dengan metode yang dipake." Oke, terima kasih, Pak.

Itu aja sih, gue aja gak ngerti apa yang sebenernya gue curhatin. Pokoknya itu deh...

Saturday, December 8, 2012

Mimpi Pendek di Mahameru (2)



Jalur menuju Puncak Mahameru | gambar: viva.co.id
****
Gerimis turun menjelang Stasiun Malang. Kaca jendela kereta mulai mengembun. Di luar cuaca masih temaram, mungkin karena mendung. Kereta mulai melambat dan suara klaksonnya yang menggema terdengar sebagai tanda. Beberapa menit lagi akan tiba di pemberhentian selanjutnya, Stasiun Malang, yang juga tujuan kami. Bunyi peron beradu dengan roda besi terdengar menyayat naluri untuk segera turun. Aku mengajakmu, yang tengah memperhatikan alur air di kaca jendela, turun.

“Ayooo…kita sudah sampai nih”, ajakmu sambil menepuk pundakmu.

Monday, December 3, 2012

Mimpi Pendek di Mahameru (1)


gambar: flickr.com
**
Sore itu seperti biasa aku menghabiskan waktu di perpustakaan mencari literatur untuk skripsiku. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, inilah kesibukanku akhir-akhir ini. Memang deadline skripsi masih cukup panjang tapi tak ada salahnya memulai lebih awal, itu prinsipku. Masa senggang di tahun terakhir ini kugunakan untuk magang di beberapa lembaga swasta maupun pemerintah. Lumayan untuk menambah pengalaman dan pastinya, menebalkan kantong sedikit.

Cinta dalam Sepotong Kayu Bakar


gambar: dakwatuna.com
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
.

Sajak karya Sapardi Djoko Damono di atas tidak asing di mata dan telinga kita kan? Dalam bentuk tertulis sering atau minimal pernah kamu lihat di buku mapel bahasa Indonesia SMA. Itu pun jika 123-ers pernah memperhatikannya, karena bagaimanapun mapel bahasa Indonesia di level SMP-SMA pasti cukup membosankan. Bener gak? Tapi tunggu dulu, 123-ers pernah dengar versi musikalisasi puisi Aku Ingin di atas? Ya, mungkin belum pernah baca atau lihat versi tertulisnya tapi pernah dengar versi musikalisasinya, gitu. Dalam versi musikalisasi, pesan dan makna puisi ini terasa lebih jelas, think-able dan feel-able.

Monday, November 19, 2012

Papandayan Punya Cerita: Jalur Alam Menuju Surganya Garut


Kawah Baru, G. Papandayan | by: amberrtrixx
Papandayan memberi cerita tersendiri bagi sembilan petualang yang ingin menunjukkan eksistensinya pada alam. Papandayan telah memberikan pelajaran tersendiri tentang teman, persahabatan dan keluarga. Papandayan, sebuah rangkaian bukit pegunungan dengan puncak tertinggi 2662 mdpl yang penuh pesona di daerah Garut, Jawa Barat, telah merekam jejak perjalanan kami dalam sebuah episode film kehidupan. Papandayan punya cerita.

Semua itu berawal dari Jumat pagi, pukul 8.00 WIB tepat, beberapa dari kami telah berkumpul di basecamp yang notabene kosan gue di Srengseng Sawah. Sambil menunggu teman yang lain, kami bersiap-siap sambil ceklis perlengkapan. Jangan sampai ada yang ketinggalan. Beberapa, ini pengalaman pertama naik gunung. Persiapan harus mantap, semoga perjalanan lancar dan tidak ada halangan berarti. Untuk itu segala sesuatunya harus dipersiapkan sebaik mungkin.

Thursday, November 8, 2012

HPF in Action (on my youtube channel)

Hello, I'm totally a newbie on Youtube Channel. But I just wanna make everyone happy and entertained with my work. This is a song I dedicate to all Harry Potter Freak Indonesia.

Let's check this out and hope you enjoy it! 


Sunday, October 28, 2012

Seremonialitas Sumpah Pemuda


Sumber: search button from Twitter for Blackberry
Jangan bebani harimu dengan “sumpah pemuda” yang muluk-muluk. Mending yang simpel tapi konsisten dan komitmen pada apa yang diucapkan.

Hari ini di twitter begitu ramai twit yang mengutarakan pendapat mereka mereka mengenai Sumpah Pemuda. Apa mereka tahu maknanya atau tidak, itu urusan lain. Pokoknya lihat apa yang lagi rame, langsung deh ikutan. Twitnya pun bermacam-macam, mulai dari sekedar mengucapkan selamat hari sumpah pemuda, mengkritisinya, mengalaykan, bahkan menggalaui Hari Sumpah Pemuda pun ada.

Saya tertarik dengan twit seorang wanita yang cukup simpel tapi silakan dinilai sendiri. Demikian isi twitnya:
Selamat Hari Sumpah Pemuda. Hari dimana para pemuda harus merealisasikan sumpah-sumpah mereka. Hayolooo…

Ibuuuuuuuuuuu...


Merasa termarjinalkan, lagi-lagi perasaan seperti ini turut mewarnai hariku dari kemarin. Memikirkan kata-kata ibu di telepon dan short message yang intinya sama. Aku jadi anak bagaimana sebenarnya? Jauh dari orang tua, dulu jadi anak paling bandel di rumah, tidak bisa merawat diri sendiri dan sekarang jatuh sakit. Merasa termarjinalkan, warna kelabu temaram menjadi aura yang mengikutiku mungkin sejak kemarin

Ibu bilang,”salah sendiri tidak pulang, kalau sakit beneran ya sana rasain sendiri, kalau udah sembuh cepet kabarin.” Mungkin tidak ada yang salah dengan kata-kata itu. Tapi entah kenapa aku begitu memikirkannya. Kata-kata itu diulang dan sama persis di layar henpon dan di telinga. Intonasinya sama, datar tapi emosional. Jangan tanya ekspresi macam apa itu. Yang jelas aku menangkap nada kekecewaan seorang ibu.

Entahlah, aku termarjinalkan. Secara naluri inang dan pemikiran mungkin. Menjelang idul adha kemarin aku memang jatuh sakit. Imunitas menurun dan influenza menyerang. Ditambah leher serasa ditimpa sekarung beras, ngilu dan kaku. Kebanyakan teman satu kosan pulang ke kampung halamannya, merayakan lebaran qurban bersama keluarganya. Aku biasanya juga demikian. Tapi tahun ini, entahlah. Aku tidak ada keinginan pulang walaupun sebenarnya ingin. Biasanya walaupun tidak pulang kampung, minimal aku pulang ke rumah kakakku di Bekasi. Lebaran qurban bareng keponakan di sana. Biasanya selalu ada tradisi barbeque party semalam setelah idul adha. Maklum, daging banyak tinggal bakar.

Tapi kali ini, aku termarjinalkan. Secara fisik dan hati. Aku kembali memikirkan kata-kata ibuku kemarin dan pagi tadi di sms.

Terasingkan memang bukan hal yang mengenakkan. Sungguh. Itu hanya akan membuatmu merasa sepi dan kurang berguna. Dalam hal apapun. Aku merasa getir di dada. Tak tahu mungkin pikiranku terlalu tinggi mengawang dan tak tahu jalan pulang. Sekarang, tinggal nurani berbalut seonggok daging kemanusiaan. Nurani berkata tanpa diimbangi logika untuk berpikir. Melankolis dramatis, tapi mengalun cukup statis. Satu per satu serpihan piringan hitam memori aku ratakan.

Terasingkan membuatku berpikir. Tidak hal lain sesederhana keterlibatan. Ketika terlibat, jelas kita masuk dalam hal yang kita libatkan. Ketika melibatkan diri, membuat kita mengerti apa yang kita libati. Ketika aku mengerti apa yang aku libati, aku percaya dia selalu ada meski dalam dimensi berbeda. Seketika aku tersadar, sejujurnya aku tak pernah termarjinalkan. Semua itu fatamorgana.

Ibu, I miss you in my every single breath I have breathe away. I knew you always here (heart).


My Room, one corner of the room in my brain. October, 27th 2012

Monday, October 8, 2012

Kisah Dua Agen Neptunus

Bisa dibuktikan kekuatan radar kami!
Menulis cerita berdasarkan lirik lagu ternyata bukan hal yang gampang. Terinspirasi dari Recto-Verso-nya Mbak Dee, gue belajar untuk menguraikan bait demi bait lirik lagu yang juga doi ciptain, ke dalam sebuah alur narasi. Lagu ini sejak awal bulan lalu menjadi habitus yang hampir tiap hari pasti gue sempetin untuk nge-play, PERAHU KERTAS.

Terserah aja, paling juga nanti cuma dikomen alay lah, mendes lah, it’s no worries! Namanya juga belajar, agen neptunus pun harus taat aturan dan mengaplikasikan longlife learning skill yang sudah dipelajari di bangku pendidikan.

Perahu kertasku kan melaju, membawa surat cinta bagimu
Kata-kata yang sedikit gila, tapi ini adanya

Friday, September 21, 2012

Kembali Berparadoks


Sebuah kontemplasi berjalan,
Pertanyaan tentang aku, siapa aku?
Mungkin beberapa menganggap,
Tak penting untuk mengulangi,
Tak perlu lagi memulai,
Aku bertanya antara ujung dunia satu dengan yang lainnya.
Pernahkah mereka bertemu?
Mungkinkah dua kutub yang sama bisa menempel sempurna.
Itulah fungsi perbedaan,
Dua kutub berbeda untuk menyatu.

Satu hal yang sulit untuk ku mengerti,
Mengapa manusia harus bertanya?
Bertanya padahal dia sudah tahu jawabnya?
Sebuah retorika?
Jangankan jawaban, satu kata pun tak mampu terucap dengan sempurna.
Aku terlalu paradoks dalam menjalani hidup
Menjalani hidup di luar kebiasaan
Melakukan hal biasa dengan kutub berlawanan.

Masalah terbesarnya,
Aku menikmati semua itu
Ketika banyak orang justru mempermasalahkannya.
Kenapa?

Ditemani derai tawa tiada akhir,
Aku mulai menemukan hidupku,
Mengerti setiap jengkal perjalanan cita,
Menertawakan hidup masing-masing.
Itu bukan hal mudah
Sampai di manakah kau memahami dirimu?
Menyimpulkan setiap alunan hidup yang kami jalani sekarang.

Di sinilah aku,
Menjalani fase baru dalam hidup
Memahami senti demi senti langkah yang telah ditempuh.
Kami, di arah yang tepat.

Depok, 21 September 2012

Paradoks*


Paradoks terjadi di mana saja. | sumber: the-markteers.com
Banyak hal yang kadang tidak sesuai dengan apa yang di awal sudah kita rencanakan. Di saat seperti itu, kita hanya harus tetap tawakkal, semoga setiap hal yang terjadi di hidup kita memang itu yang terbaik. Tuhan memberikan setiap hembusan nafas yang kita keluarkan bukan tanpa tujuan. Dia punya maksud tersendiri bahwa kita harus bisa mengoptimalkan setiap hembusan nafas kita dengan selalu mengingat-Nya.

Sering kita merasa kecewa karena apa yang kita peroleh tidak seperti yang kita harapkan. Ketahuilah karena memang manusia tak ada kata puas. Selalu menuntut lebih, selalu mengharapkan yang terbaik tapi kurang merespon pada diri sendiri. Sudah seharusnya kita melihat ke dalam, jangan hanya menuntut setiap output-input saja. Bahwa di antara dua elemen itu ada yang namanya proses. Sudahkah kita berlaku optimal dalam memproses setiap output yang kita terima?

Sungguh naif ketika orang menganggap bahwa orang lain tidak lebih baik dari kita. Merasa paling benar, paling sempurna dan merasa paling berkontribusi. Setiap komponen dalam hidup memiliki keterkaitan yang paralel. Tidak semudah itu mengatakan bahwa kita yang paling berperan dalam suatu hal. Pasti ada komponen lain yang menjadi faktor x dan faktor y bahkan faktor-faktor lain niscaya muncul dengan sendirinya.

Benar bahwa manusia memang makhluk paling sempurna di antara semua makhluk di muka bumi ini. Sekaligus makhluk yang paling tidak sempurna dalam mengelola dan memanfaatkan kesempurnaannya. Banyak dari kita yang merasa selalu kurang padahal dirinya berkecukupan  bahkan lebih. Ada pula sebaliknya. Dunia dipenuhi oleh segala hal yang paradoksial.

Hal kecil dibesar-besarkan. Hal besar dianggap tak ada dan lebih parah lagi menganggap bahwa sudah tidak ada lagi korelasi antara otak dan rohani. Ketidaksinkronan itulah yang pada akhirnya menghasilkan pola pikir pendek dan absurd yang berbuntut pada keputus-asaan, kegalauan dan merasa disia-siakan.

*Curahan hati seorang sahabat, aktivis, penulis kolom sekaligus kakak gue.

Jakarta, 21 September 2012
Bunker Perpustakaan UI