Sunday, October 28, 2012

Seremonialitas Sumpah Pemuda


Sumber: search button from Twitter for Blackberry
Jangan bebani harimu dengan “sumpah pemuda” yang muluk-muluk. Mending yang simpel tapi konsisten dan komitmen pada apa yang diucapkan.

Hari ini di twitter begitu ramai twit yang mengutarakan pendapat mereka mereka mengenai Sumpah Pemuda. Apa mereka tahu maknanya atau tidak, itu urusan lain. Pokoknya lihat apa yang lagi rame, langsung deh ikutan. Twitnya pun bermacam-macam, mulai dari sekedar mengucapkan selamat hari sumpah pemuda, mengkritisinya, mengalaykan, bahkan menggalaui Hari Sumpah Pemuda pun ada.

Saya tertarik dengan twit seorang wanita yang cukup simpel tapi silakan dinilai sendiri. Demikian isi twitnya:
Selamat Hari Sumpah Pemuda. Hari dimana para pemuda harus merealisasikan sumpah-sumpah mereka. Hayolooo…
Apa yang terpikirkan ketika membaca twit tersebut? Biasa saja? Atau ada yang ‘menggelitik’ kita? Mungkin banyak yang menganggapnya biasa saja, karena cukup banyak yang me-retweet-nya. Atau mungkin (lagi-lagi) mereka tidak tahu, lebih tepatnya tidak mau tahu. Apatis bahasa gaulnya kaliyaaa...

Masyarakat twitter di Indonesia sebagian besar memang generasi muda. Bisa dikatakan hampir 95% penduduknya (unnofficial survey). Bagaimanapun, ungkapan atau twit-twit ‘masyarakat timeline’ ini bisa merepresentasikan karakternya. Fakta ini tentunya bisa menimbulkan pro-kontra tapi yang jelas representasi kehidupan nyata dari twit pengguna begitu kentara. Memang, twitter tidak bisa digunakan sebagai parameter penilaian karakter seseorang apalagi suatu bangsa. Tulisan saya ini pun tidak didukung oleh data-data ilmiah yang mendukung. So, this is my opinion. That’s yours if you’ll accept or reject it.

Back to the point, entah berawal dari dimensi mana, Indonesia sekarang menjadi bangsa seremonial. Begitu WAH dengan seremoni dan award tapi lupa dengan substansi dari seremoni yang dilakukan. Contoh nyatanya dan paling dekat adalah sekarang ini, Sumpah Pemuda. Sekali lagi, momentum ini saya lihat menjadi ajang seremonialitas bagi sebagian besar bangsa, khususnya pemuda-pemudi Indonesia.

Bukti? Bisa diperhatikan dengan seksama twit wanita yang saya cantumkan di atas. Kesan pertama saya ketika membacanya ialah bahwa momentum realisasi sumpah-sumpah pemuda harus dilakukan hari ini. Terus hari yang lain bagaimana? Argumentasi saya mungkin akan dibantahkan oleh stetmen “daripada tidak direalisasikan sama sekali nah bagaimana?”. Memang kita ini sudah terjebak dalam lingkaran setan sebagai bangsa yang suka ngeles, pintar cari alasan dan pembenaran atas apa yang sebenarnya keliru.

Seremonialitas sumpah pemuda bukan hal yang salah, itu juga sebagai bentuk penghargaan kita terhadap perjuangan dan semangat pemuda pada 28 Oktober, 84 tahun silam. Tapi yang lebih penting, bagi kita khususnya generasi muda, adalah memahami substansi dari momentum sumpah pemuda ini. Bahwa semangat dan komitmen yang ditunjukkan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada waktu itu untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa menuju integritas persatuan dan kesatuan dengan semangat terbarukan.

Indonesia hari ini, berbeda ruang dan waktu dengan Indonesia 84 tahun silam. Hari ini, tantangan dan tekanan datang dari segala penjuru dan dalam beraneka ragam bentuk. Sebagai pemuda yang memiliki semangat juang dan tidak sekedar banyak cakap di luar tapi melompong di dalam, sudah seharusnya kita menunjukkan aksi nyata. Aksi nyata dalam rangka membawa Indonesia ke arah cahaya keemasan, lumbung kesejahteraan dan bahtera kejayaan.

Lagi-lagi, itu hanya bisa dicapai oleh kita sebagai bangsa bukan individu. Seperti yang saya ungkapkan di awal tulisan ini, jangan bebani dirimu dengan sumpah-sumpah yang muluk, lebih baik simpel tapi konsisten pada sumpah tersebut. Mulai dari diri sendiri, tanamkan bahwa; 
I am not a ceremonial person, 
I am a substantialer, 
I am an inventor, 
I am what I choose to be.  
Bukan janji dan sumpah muluk yang diharapkan bangsa ini dari kita, tapi aksi nyata, konsisten dan kontinuitas aksi tersebut yang akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang diakui, baik di dunia nyata maupun dunia maya.


Sumpah Pemuda, Jakarta 28 Oktober 2012

No comments:

Post a Comment