Galeri Keempat

Sebuah kisah perjalanan sembilan petualang di punggung Papandayan. Memang, bukan hal yang patut kami banggakan di hadapan semua orang. Bukan puncak-puncak tertinggi yang kami umbar, tapi esensi kebersamaan dan pencarian hakikat diri selama pendakian. Inilah kisah kami dalam bingkai gambar-gambar luar biasa, biarkan mereka bercerita.

Papandayan punya cerita...

Kami bersiap-bersiap di basecamp di Srengseng Sawah (kosan gue). Bertujuh, berangkat menuju Terminal Kampung Rambutan. Dua teman kami sudah menunggu di sana. Sebelum berangkat, narsis dulu laah...hehehe

Perjalanan dilanjutkan dengan bus Karunia Bakti trayek Jakarta-Garut. Ternyata baru 30 menit jalan, udah mogok AC-nya gak mau nyala. Alhasil, kita berhenti di jalan tol untuk benerin mesin AC. Perjalanan menuju Terminal Guntur, Garut memakan waktu sekitar 4 jam perjalanan dengan tarif 35 ribu per orang.

Setiba di Terminal Guntur, lanjut perjalanan menuju pertigaan Cijulang dengan angkot dan kemudian lanjut menuju parkir Papandayan dengan naik pick up. Sensasi naik pick up ini cukup terasa karena cuaca hujan dan kami harus berjibaku dengan megangin terpal yang super kurang ajar... (???) Tapi akhirnya, kami tiba di parkir Papandayan dengan selamat, registrasi pendakian dan bersiap untuk naik. Suasana di parkiran cuku ramai para pendaki dan cuaca masih tetap hujan.

Berangkat dari parkiran pukul 16.45 WIB dengan target sampai di Pondok Salada sebelum maghrib. Tapi semua di luar ekspektasi, kami menyimpang jalur biasa dan mengambil arah yang cukup rumit untuk dijelaskan. Ceritanya panjaaaaaaaaang....

Inilah kami, dari kanan-atas-bawah-kiri: irvan, wiwit, ikhsan, nelza, damar, novia, gue (ambar), ayu dan tyas. Kami terjebak hujan sebelum sampai di Pondok Salada, dan akhirnya memutuskan untuk mencari spot untuk nge-camp. Sensasi mendebarkan, mendirikan dome di tengah hujan dan petir. Beberapa dari kami pasti panik dengan keadaan demikian.

Malamnya, setelah hujan akhirnya reda dua jam kemudian, kami bisa menghangatkan badan dan masak air untuk ngopi. Dilanjutkan dengan ngobrol, ngemil dan pastinya main uno. Begitu romantis malam itu, main uno dan bersendau gurau di bawah langit malam dan bintang-bintang. Dan pastinya di tengah alam terbuka...subhanallah.

Pagi harinya (17/11), setelah melewati malam yang cukup dingin, kami bangun pukul 4.00 WIB. Masak air dan mi goreng seadanya untuk menu sarapan pagi itu.

Gue berkeliling area camp kami untuk orientasi medan, ternyata lokasi nge-camp kami berada di punggung bukit dan jalur sebenarnya (yang biasa dilalui) berada jauh di sebelah kanan kami. Kami mengambil jalur kiri dan tracknya lumayan mengesankan.

Setelah selesai bongkar dome dan packing, kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju puncak. Kami mendaki tebing di belakang tempat nge-camp yang lumayan terjal sekitar 50 derajat. Tapi yang pasti jalur sempit karena kanan kiri ditumbuhi perdu Cantigi.

Ini jalur yang kami lalui setelah melewati bukit. Jalur dipenuhi bongkahan bebatuan dan beberapa aliran air yang mengandung belerang.

Setelah melewati jalur bebatuan tadi, kami bertemu denga pesona Papandayan ini, Kawah Baru bekas letusan tahun 2002. Kawah tersebut terisi air dan membentuk sebuah telaga yang berwarna kehijauan karena kandungan belerangnya. Tentunya kami puas berfoto-foto di sini...surgaaaaa...

Indahnya alam Papandayan, surganya Garut.

Setelah puas di Kawah Baru, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak dan menemui banyak jalur yang tidak memungkinkan untuk didaki karena berpotensi longsor atau terlalu terjal dan licin. Akhirnya kami berputar ke arah kanan kawah melewati bekas aliran lava. Di ujung, kami menemukan surga lain Papandayan, area Hutan Mati. Ini juga merupakan dampak letusan tahun 2002 yang menyebabkan pohon-pohon hangus terbakar menyisakan batang-batang kehitaman. Ini seperti di dunia lain, seperti kayangan. Apalagi ketika area ini diselimuti kabut.

Pesona lain dari Hutan Mati ini adalah adanya aliran air yang diselimuti bebatuan dan membentuk air terjun-air terjun kecil. Gue tentu gak menyia-nyiakan momen langka ini untuk menyeburkan diri ke air, walopun rasa belerang. Kami pun bersih-bersih di sini.

Masih banyak cerita yang belum tertuang dalam gambar-gambar di atas, tapi satu yang jelas, pelajaran berharga yang kami peroleh dari perjalanan kami, bahwa ... (isi sendiri....)

Hahahahaha...


Photo by: amberrtrix

1 comment:

  1. Memang terkadang harus ada pengorbanan dan sesuatu yang baru untuk kita tahu seberapa peduli teman kita, seberapa kompak teman kita. dan yang terpenting hindari ego masing-masing

    ReplyDelete