Sisyphus | gambar: photobucket.com |
Di dalam “Mythe of Sisyphus” karya Albert Camus, ada
bagian yang membahas mengenai manusia absurd. Pada bagian ini, Camus
menginterpretasikan atau lebih tepatnya merefleksikan pemikirannya tentang
absurditas dalam tiga kisah menarik. Kisah-kisah ini memberi pemahaman rumit
tentang manusia absurd itu. Saya merasa ikut menjadi absurd atau mungkin
sayalah absurd hero itu ketika membaca ke-absurd-an pemikiran Camus dalam tiga
kisah manusia absurd tersebut.
Pertama, seorang Don Yuan
pecinta wanita yang sebenarnya biasa saja, tapi karena kebiasasajaannya itulah
dia menjadi menonjol. Dia mencintai banyak wanita dan bukan tanpa alasan
melakukannya. Ada dorongan dalam dirinya yang berkata bahwa mengapa orang harus
mencintai jarang-jarang untuk dapat mencintai sungguh-sungguh? Dari sanalah
muncul pengalaman dan pengalaman itu ingin selalu terulang.
Pada intinya, Don Yuan memiliki pemikiran tersindiri
melampaui pemikiran-pemikiran yang telah ada dan terkesan menyimpang dari
kaidah yang dicetuskan. Tapi bagaimanapun, Don Yuan menolak pemikiran cetusan,
dia hidup dalam pemikirannya. Dia memilih menjadi dirinya dan bahagia
karenanya. Orang lain menganggapnya gila dengan gaya hidupnya dengan banyak
wanita. Tapi dia menikmati setiap nikmat yang seharusnya dia nikmati dan
menikmatinya dengan nikmat yang dia refleksikan dalam hidupnya
.
Absurditas dalam diri seorang Don Yuan membawanya
untuk memilih untuk tidak menjadi apa-apa di hidupnya. Cinta membawanya pada
kebebasan. Dia membawa pemikiran absurd tentang cinta dan itu bisa jadi di luar
etika baik buruk di masyarakat. Dia menunjukkan etikanya sendiri dan kemudian
tenggelam dalam waktu yang menjadi musuh utama absurditas. Dia sadar bahwa pada
akhirnya mati akan segera menjemput diawali dengan tubuh yang menua dan
kemampuannya mencinta pun tak pernah berkurang. Baginya cinta adalah kebebesan
dan kebebasan itulah yang membuatnya abadi.
Kedua, kisah seorang aktor
yang hidup dalam kefanaan. Jalan hidup yang dia jalani adalah suatu
ke-absurd-an yang nyata. Menjadi seorang aktor (pemain sandiwara) berarti
menjadi sosok yang lain dalam sosok yang sudah ada dalam rentang waktu yang
sama dan pada akhirnya mencapai suatu titik penyampaian pesan dari dirinya
sendiri. Para aktor memilih suatu kemuliaan yang mengorbankan diri.
Mengorbankan diri dalam artian dia menjadi dirinya dalam
ketidakmenjadidiriannya. Dia memang sangat absurd.
Absurditas yang digambarkan kisah ini mengarah pada penyangkalan
pada diri sendiri. Diri yang sama meskipun demikian berbeda karena begitu
banyak jiwa dalam satu tubuhnya. Itulah yang kemudian menunjukkan kontradiksi
dari absurd itu sendiri. Individu yang ingin mencapai semuanya dan mengalami
semuanya. Padahal itu hanya akan sia-sia. Namun demikian, peran itu tetap
dilakukan dan dijalaninya.
Ketiga, kisah tentang sang
penakluk. Saya paling terkesan dengan kisah sang penakluk ini. Pemikiran Camus
tentang absurd pada kisah ini sangat menarik karena menyangkut dua pertentangan
abadi manusia; melayani atau dilayani; menguasai atau dikuasai; menghancurkan
atau dihancurkan; pemberani atau pecundang, dan sebagainya.
Di sini digambarkan pertentangan dalam diri individu,
tentang penaklukan diri sendiri. Entah mengapa, menurut pendapat saya dalam
setiap pemikiran absurd dari Camus selalu meletakkan pilihan-pilihan pada
tokohnya. Mungkin karena pilihan-pilihan itulah yang memang menjadikannya sosok
absurd yang eksistensialis, menjadi dirinya sendiri dalam ke-absurd-annya.
Saat harus memilih antara renungan atau tindakan dan
pada akhirnya terpilih tindakan, maka tindakan akan menaklukkan renungan.
Akantetapi bukan berarti renungan itu hilang sepenuhnya dari individu. Dia
tetap muncul dalam skala kecil. Para penakluk adalah yang paling mampu. Paling
mampu dalam tataran yang sama menurut konsensus, karena kekuatannyalah yang
membuatnya hidup.
Di akhir kisahnya, Camus mengemukakan bahwa pemikiran
absurd ini memang diperlukan. Pemikiran absurd adalah daya imajinasi. Imajinasi
dapat menambahkan banyak hal lain, yang terikat pada waktu dan pengasingan,
yang juga dapat hidup dalam ukuran dunia tanpa masa depan dan tanpa kelemahan.
Kemudian dari tokoh-tokoh di atas, Camus mengemukakan bahwa yang paling absurd
adalah sang pencipta. Bisa jadi karena sang penciptalah yang menciptakan
ciptaan-ciptaan yang menciptakan ke-absurd-an itu.
Ketiganya bagi saya adalah absurd hero dalam dunianya
masing-masing. Mereka absurd hero dalam konteksnya sendiri dan pemikirannya
sendiri karena untuk absurd hero sendiri mereka adalah subjek yang terlempar
dari dunia biasa dengan pemikiran luar biasa dan hidup dengan pemikirannya itu.
No comments:
Post a Comment