Wednesday, December 26, 2012

Prometheus dan Kierkegaard: The Truth is Subjectivity


Soren Kierkegaard & Prometheus (movie)
Film hasil karya sutradara terkenal Scott Riddley ini membawa genre fiksi ilmiah. Prometheus diawali dengan adegan yang menurut saya membingungkan maksud dan tujuannya sampai akhirnya bisa dimengerti setelah pertengahan film. Bagian tersebut menceritakan tentang proses penciptaan manusia, bahwa mereka diciptakan dari medium tanah dan air. Kemudian logika membawa pemahaman pada adegan awal film ini yaitu bahwa untuk menciptakan kehidupan baru yang ideal harus dengan menghancurkan kehidupan yang lama. 
Isu terbesar dalam Prometheus ialah tentang pencarian sang pencipta manusia, tuhan itu apa dan siapa dia. Isu-isu mengenai keyakinan sangat dominan sepanjang alur Prometheus. Sisi relijius, scientology dan kapitalis saling bersinggungan membentuk alur cerita yang harmonis dan problematis. Sisi relijius diwakili oleh tokoh Elizabeth Shaw dengan latar belakang keluarga yang taat beragama. Misi Prometheus ini ia gunakan untuk  membuktikan pandangannya mengenai keyakinan agama yang dijejalinya selama ini. Tokoh Charlie Halloway memegang peran sebagai orang ya ng sangat scientologyst. Dia sosok yang berpegang pada teori Chariots of the Gods: Unsolved Mysteries of the Past, teori yang mengungkapkan bahwa teknologi, kebudayaan dan keyakinan  bangsa-bangsa kuno seperti Maya, Babilonia, Mesir Kuno hingga ke Sumeria merupakan karya dari mahluk angkasa luar yang disebut sebagai astronot atau dalam Prometheus disebut sebagai the engineer


Kemudian tokoh yang berjiwa kapitalis yaitu Peter Weyland dan Meredith Vickers. Mereka seolah menjadi tuhan dalam cara mereka sendiri. Mereka mendewakan uang dan tidak peduli pada sisi relijius dan humanisme. Mereka bekerja pada mekanisme mesin, sangat terikat pada aturan demi kenyamanan hidup. Ketiga sisi ini dipertemuk an dalam satu misi dalam rangka mencari pembuktian eksistensi sang pencipta. Keyakinan kuat mereka dilandasi dengan latar belakang yang berbeda. Fokus yang sama yaitu mengenai pertanyaan: darimana kita berasal?; apa tujuan kita?; dan apa yang terjadi pada kita setelah mati? Mereka memiliki keyakinan untuk membuktikan dan mencari tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu.

Bahasan tentang keyakinan, fokus saya tertuju pada seorang filsuf terkenal yaitu Soren Kierkegaard. Keyakinan berkaitan erat dengan pemahaman akan kebenaran. Konsep kebenaran menurut Kierkegaard merupakan subjektivitas manusia.  Truth is subjectivity, itu salah satu slogan yang dikemukakan olehnya. Unsur individualitas dalam pemikiran Kierkegaard sangat ditekankan, bahwa individu memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya. Dengan memilih, manusia akan melepaskan pilihan-pilihan lainnya. Oleh karena itu, keyakinan untuk memeluk pilihan secara pribadi dan bebas merupakan kunci untuk melepaskan diri dari kekecewaan. Orang harus harus berani meyakini apa yang dipeluknya dan ini hanya dapat dilakukan bila ia memiliki iman (faith). 

Menurut Kierkegaard, iman adalah the contradiction between the infinite passion of inwardness and the objective uncertainty. Memilih dengan penuh keyakinan (faith) berarti melompat ke dalam ketidakpastian obyektif dan dengan hasrat yang tak terbatas menjalankannya dengan penuh komitmen. Inilah yang disebut kebenaran secara obyektif adalah sebuah paradoks dan dengan demikian subyektivitas adalah kebenaran, kebenaran yang dijadikan milik pribadi.

Dalam Prometheus, peran yang dilakonkan oleh para aktor tersebut menunjukkan dinamika hidup yang dihadapkan pada pilihan mengenai keyakinan terhadap sang pencipta. Tiga sisi yang saling berinteraksi (relijius, scientology dan kapitalis), masing-masing memiliki keyakinan yang berbeda dalam memandang hakikat penciptanya. Namun, mereka memiliki misi yang sama yaitu pergi sejauh mungkin demi menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensialis di pikiran mereka. Mereka melakukan misi Prometheus berawal dari kegelisahan terhadap pertanyaan filosofis tentang asal-usul manusia. 

Ada konflik yang terjadi di antara tokoh-tokohnya ketika beberapa dari mereka percaya bahwa sang pencipta itu memang the engineers dan beberapa yang lain memilih untuk tidak percaya. Ini membuktikan sekaligus menunjukkan bahwa pemikiran Kierkegaard tentang kebenaran sebagai subyektivitas memang benar. Manusia memiliki kemampuan dan kebebasan untuk meyakini segala sesuatu di hadapannya. Itu menunjukkan eksistensinya sebagai individu. 

I don’t know but it’s the things that I used to believe,” kata Elizabeth Shaw. Itu salah satu interpretasi kebenaran yang dimaksud Kierkegaard.  Kebenaran subyektif perlu dipahami sebagai kebenaran yang bersifat esensial bagi eksistensi manusia yakni kebenaran moral dan relijius. Kierkegaard pun tidak menolak adanya kebenaran obyektif, dalam hal ini ia percaya bahwa kebenaran obyektif dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan.


Referensi:
Rasikh Fuadi. (2011). Soren Kierkegaard, Befilsafat Melalui Pengalaman Hidupnya. http://filsafat.kompasiana.com/2011/10/24/soren-kierkegaard-berfilsafat-melalui-pengalaman-hidupnya/ (Diakses 23 Desember 2012)

R. Matindas. (2011). Sahabat Kierkegaard. http://cdn.salihara.org/media/ documents/2011/02/12/k/u/kuliah_umum_sahabat_kierkegaard_-_matindas.pdf (Diakses 4 Desember 2012)

Thomas Hidya Tjaya. (2004). Kierkegaard dan Pergulatan menjadi Diri Sendiri. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

No comments:

Post a Comment