Wednesday, October 26, 2011

Mulailah Berpikir . . .

Jika kita membahas sesuatu yang bermakna dalam hidup, tentu akan memunculkan banyak pernyataan dalam menyikapinya. Kita bisa mengeluarkan berbagai analogi kesimpulan terhadap hal tersebut. Bagi kaum seperti saya, yang awam akan ilmu dan pengetahuan, mungkin hal itu tidaklah begitu penting mengingat bahwa seberapa banyak yang bisa kita hasilkan ketika hal itu menjadi kenyataan yang tidak terelakkan.

Namun, lain halnya jika hal tersebut menjadi subjek kajian beberapa kaum scientist, filosofis dan para oemikir lainnya. tentunya akan menjadi penafsiran berbeda dalam menyikapi dan menjawab pertanyaan siapa yang bermakna dalam hidup kita. Muncul pernyataan yang mungkin lebih tepat sanggahan terhadap pernyataan pertama. Seharusnya bukan 'siapa' tapi 'apa', sehingga akan menjadi 'apa sebenarnya yang bermakna dalam hidup kita?'

Keduanya bagi saya bukan masalah karena yang menjadi perhatian bagi otak kecil saya adalah cukup berpikir sederhana tanpa mengesanmpingkan aspek kritis dalam melihatnya. Bagi saya, melihat fenomena sekarang ini sulit untuk mengatakan bahwa masih ada sesuatu yang benar-benar bermakna dalam hidup kita. Bisa dilihat bagaimana media sekarang ini begtu menggembor-gemborkan sesuatu yang begitu absurd bagi pikiran sebagian orang awam seperti saya. Bagaimana tidak, karena untuk orang-orang awam apalah artinya pemberitaan tentang kosrupsi, reshuffle kabinet, carut marut freeport yang hanya dirasakan segelintir orang, dan fenomena absurd lainnya. Bagi mereka yang lebih penting adalah bagaimana tetap survive di tengah keadaan bangsa yang begitu terpuruk sekarang ini.

Cukup riskan memang ketika saya membicarakan hal-hal sensitif demikian di ranah publik. Akantetapi, sampai kapan kita, makhluk hewan politis yang katanya paling sempurna, terjebak dalam kungkungan tempurung yang begitu besar, bangsa sendiri?

Mulailah berpikir . . . Apa yang benar-benar bermakna dalam hidupmu?

Saturday, October 22, 2011

UI Book Festival 2011

Depok - Pesan-pesan moral dalam keakraban sungguh terasa dalam serangkaian acara UI Book Festival 2011 yang berlangsung mulai 20-22 Oktober 2011 ini. Walaupun saya tidak terlibat secara langsung tapi disana saya banyak belajar. Belajar dalam banyak hal tentunya, dari mengamati persiapan, pelaksanaan sampai pada akhirnya nanti penutupan yang akan dilaksanakan hari ini.

Serangkaian acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia. Sebagai wujud nyata kepedulian mahasiswa khususnya dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui budaya gemar membaca, digagaslah kegiatan tersebut. Tidak cukup sampai disitu, kami juga mengadakan berbagai pelatihan, talkshow dan seminar berkaitan dengan dunia teknologi informasi yang semakin pesat dewasa ini.

Pada tahun ini, Book Festival mengusung tema “Read Books: Fly Your Imagination”, melalui tema ini kami ingin menantang seluruh masyarakat untuk berani berimajinasi dan mengembangkan imajinasinya. Selain itu memang kegiatan ini juga menyuguhkan berbagai acara yang pada intinya mengajak, mengampanyekan dan membudayakan gemar membaca dan literal culture kepada masyarakat. Acaranya meliputi talkshow arsip, seminar dan workshop tentang perpustakaan sekolah dan karir, lomba dongeng dan blog, dan yang tidak kalah menarik tentunya entertainment corner.

Menjadi daya tarik tersendiri juga bahwa rangkaian acara selama tiga hari ini diadakan di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia yang baru dan di area Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI (FIB UI). Hal ini tentu menjadikan acara tidak membosankan dan juga fresh karena selain gedung perpustakaan yang baru cukup megah dan menarik untuk menarik minat dan antusias pengunjung.

Pada akhirnya, kami berharap semoga acara ini semakin baik kedepannya dan mendorong untuk menggali acara-acara yang serupa dan bermanfaat bagi generasi bangsa ini. 
x

Tuesday, October 18, 2011

Fenomena Freeport dan Jatidiri Bangsa: Sebuah Obrolan Kopi di Tengah Malam

Tiba-tiba teringat obrolan dengan teman satu kosan beberapa hari yang lalu. Obrolan yang cukup absurd, di tengah malam yang pada akhirnya tanpa kesimpulan apapun. Berawal dari obrolan seputar carut-marut kasus Freeport akhir-akhir ini. Seorang teman bertanya sebenarnya apa yang membuat Freeport itu datang ke Indonesia dan bisa dengan begitu welcome pemerintah pada saat itu menerima mereka tanpa pertimbangan-pertimbangan dari berbagai aspek?

Kemudian disitu mulai terjadi adu argumentasi. Waktu itu saya awalnya hanya berlaku sebagai pendengar kritis ceritanya. Kami berargumen dari berbagai sudut pandang dan latar belakang, di satu sisi dari aspek sains, di sisi lain dari aspek sosial masyarakat, dan saya mencoba mengaitkan di antara keduanya.

Seorang teman berpendapat bahwa Freeport datang ke Indonesia waktu itu karena kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru, menyatakan bahwa digalakkanlah penanaman modal asing (PMA) yang ingin berinvestasi di Indonesia. Dia melanjutkan bahwa pada masa itu keadaan ekonomi Indonesia sangat terpuruk dan carut-marut sehingga diperlukan pemulihan dari segi ekonomi-finansial nasional. Salah satu cara yang ditempuh ialah dengan membuka peluang investasi terhadap aset-aset vital bangsa bagi para investor. Pada waktu itu perkembangan teknologi di Indonesia tidak memungkinkan dalam hal pengelolaan sumber daya alam (SDA), khususnya dalam bidang pertambangan. Oleh karena itu, keluarlah kebijakan bagi Penanaman Modal Asing  yang ingin mengelola sumber daya alam.Indonesia.

Kemudian muncul lagi pertanyaan, mengapa pada waktu penandatanganan kontrak dengan investor dulu hanya mencantumkan 'tembaga' dalam suratnya? Sedangkan pada kenyataannya, aset yang digali melebihi daripada itu, 'logam mulia emas' juga ikut di-eksploitasi habis-habisan. Seorang teman berargumen bahwa hal itu terjadi karena pemerintah tidak tahu dan tidak melibatkan para ilmuwan atau scientists dalam hal penentuan kebijakan atau penandatanganan kontrak kerja dengan Freeport tersebut. Lebih jelas lagi ditambahkan bahwa pemerintah membuat kebijakan secara tidak matang dari berbagai aspek. 

Argumentasi lain menegaskan bahwa disitu mulai tercium kecurangan politis dan ke-korup-an pemerintahan bangsa ini dari zaman dulu. Kemungkinan adanya politik amplop-isasi dalam pembuatan kebijakan kontrak kerja tersebut disinyalir begitu kuat. Pemerintah pada masa itu mudah diiming-imingi dengan amplop dan sejenisnya. Hal itu bisa jadi dampak juga dari keadaan ekonomi masyarakat pada masa itu. Selain itu juga karena dampak sistem pemerintahan terpusat yang begitu egaliter bagi masyarakat sekarang.

Akantetapi muncul sanggahan mengenai pendapat pertama dari seorang teman. Dia mengungkapkan bahwa tidak mungkin pemerintah tidak mencampur-tangankan para ilmuwan dalam menentukan kebijakan yang cukup vital. Dia berargumen bahwa, seperti halnya dalam sistem parlementer, dalam membuat satu kebijakan pasti akan melibatkan parlemen yang ada di dalamnya. Itu berarti jajaran menteri-menteri yang bersangkutan pasti dikaitkan. Dalam hal kontrak tambang Freeport ini, teman saya berasumsi bahwa pasti ada campur tangan dari Menteri Sumber Daya Alam dan Energi, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Ekonomi dan sebagainya minimal atau yang berkaitan. Hal itu cukup beralasan tetapi menimbulkan pertanyaan kembali. Mengapa kebijakan yang muncul justru demikian? Hanya 'tembaga' yang tertulis bukan beserta mining product yang lain misal emas? Padahal jika itu dicantumkan pastinya akan membawa peningkatan ekonomi yang cukup signifikan masa itu ataupun sekarang yang kian memanas. Apa gunanya campur tangan para ilmuwan, ekonom dan lain-lain itu jika pada akhirnya tidak mampu menghasilkan suatu kebijakan dengan orientasi national prosperity.

Muncul lagi celetukan dari seorang teman, kemungkinan para menteri yang terlibat dalam penentuan kebijakan itu pada masa pendidikannya tidak 'benar'. Pernyataan ini cukup menggelitik sekaligus menarik juga untuk dibahas dari aspek historis personalitis para menteri itu. Kemungkinan para menteri itu dulunya juga mahasiswa seperti kita-kita ini yang katanya idealis, banyak menghujat kebobrokan bangsa di zamannya, aktivis, tapi satu catatan, normatif yang tidak bersubstantif.  Saya semakin bingung pada taraf ini, apa yang dimaksud teman saya dengan pernyataannya yang demikian. Kemudian kembali dia menjelaskan, kemungkinan mereka itu pada mulanya adalah orang-orang yang idealis dengan pemahaman mereka sendiri yang sangat goodies, tetapi pada akhirnya ketika sudah terjun di dunia nyata, mereka akan tumbuh menjadi sosok yang ikut jalur, hilang ke-idealis-annya dan pada akhirnya terlepas dari kebebasan eksistensial yang dimilikinya dengan menjadi makhluk yang yes man.

Saya sendiri memahaminya di luar konteks di atas. Entah itu masalah Freeport, perseteruan blok Ambalat dengan Malaysia beberapa tahun silam, kasus Gayus Tambunan, Nazaruddin Zulkarnain, sampai pada isu yang sedang santer terdengar saat ini tentang reshuffle kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Semua itu tidak terlepas dari pribadi manusia itu sendiri. Pada hakikatnya kita, sebagai bangsa Indonesia, dewasa ini lebih senang menghakimi daripada introspeksi. Kita lebih suka menjadi komentator yang beradu argumen di depan layar kaca tentang suatu kasus. Kita lebih suka terkenal dengan ketenaran kita dan sebagainya. Akantetapi dibalik semua itu, kita lupa akan jati diri kita sebagai manusia. Kita sebagai makhluk berakal sekaligus berhati nurani dan juga memiliki kesadaran, seharusnya paham dan mengerti tentang hakikat hidup kita, apa yang kita lakukan dan kerjakan, dan mulailah menggunakan hati nurani sebagai hakim bagi diri kita sendiri tanpa mengesampingkan aspek rasio. Ketika semua itu berjalan dengan selaras seimbang, semoga nantinya kita sebagai generasi baru bangsa Indonesia, mampu dan siap untuk me-rekonstruksi bangsa ini menuju kesejahteraan bagi para penghuninya.

Giving thanks for my friends: Danang, Reda, Anis
Wish we are the best future generation for our nation, guys!

Semut Nangkring di Lidah

Kebiasaan buruk datang, melanda, meng-injeksi kehidupan gue sekarang. Bukan bermaskud lebay tapi memang demikian  adanya. Seperti halnya misalnya, semalem nih ya gue baru aja membunuh makhluk tidak berdosa dan tidak berdaya dengan sewenang-wenang. Seperti tanpa rasa bersalah dengan santainya gue memites seekor semut yang nangkring  di lidah gue.

Bagi sebagian orang mungkin itu biasa, begitu juga bagi gue jika situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan (disingkat jadi sikon******) tentu akan berbeda. Semalem posisi gue sedang dalam kondisi berpikir, yah, benar! Berpikir! Jarang-jarang kan gue melakukan hal bodoh semacam itu. Bujubuset! Emang gue sebodoh itu ya? (walaupun begitulah kenyataannya tapi setidaknya tidak perlu dipertegas disini deh).

Ketika gue membunuh semut itu, emang belum ada perasaan apapun. Baru setelah gue ambil semut tersebut dari lidah gue dan gue lihat ternyata sudah tidak bernyawa, kok rasanya ada yang ganjil. Ada rasa  penyesalan, kasian, terharu juga yang tiba-tiba muncul. Apalagi kalau gue kaitkan dengan buku etika dari K. Bertens yang sedang gue baca. Sepertinya kok gue sendiri sebagai manusia yang katanya paling beradab justru sudah melakukan tindakan yang immoral (catet! immoral beda dengan amoral ya). Begitulah, sekalipun hanya seekor semut, berarti gue sudah melanggar kaidah kebebasan yang dimilikinya, sebagai makhluk yang kemungkinan di kingdom-nya juga memliki apa yang mungkin mereka sebut Hak Asasi Hewan. Ya Tuhan, sebejat apa aku ini?

Kenapa sebelumnya gue gak berpikir demikian? Gimana kalau seandainya semut yang gue bunuh itu adalah bapak atau ibu semut? Terus gimana nasib anak-anak mereka? Jadi yatim dong? Terus seandainya itu anak semut, gimana juga perasaan orang tuanya kalau tahu anaknya tewas terbunuh dan jenazahnya gak ditemukan? (setelah gue bunuh langsung gue buang gaktau kemana soalnya, sadis banget kan?).

Semut itu kan sama-sama makhluk Tuhan, apalagi mereka punya banyak keistimewaan, suatu mukjizat yang luar biasa. Kalau kita lihat video atau tulisan dari Harun Yahya  tentang keajaiban semut, kita akan tahu betapa makhluk sekecil ini mampu melakukan dan menjadi prototype dalam hal-hal besar.

Sebagaimana kita lihat bahwa ada sekitar 8800 spesies semut yang sangat luar biasa. Mereka berkoloni dan mampu melakukan hal-hal besar di luar kapasitasnya sebagai makhluk lemah. Bagaimana mereka bisa merancang suatu jalan raya (semut atta), metode pertahanan diri yang luar biasa, semut penenun, semut pemanen, semut madu, penguasa taktik yang dimiliki oleh semut api dan sebagainya.
Keajaiban pada Semut

Oleh karena itu, kita sebagai sesama makhluk yang diberi naluri dan kebebasan dalam mengelola alam ini, sudah sepantasnya untuk memiliki masing-masing peri-***  yang pada nantinya akan semakin mendewasakan kita agar saling menghargai dan menghormati sesama makhluk Tuhan, sekecil dan selemah apapun dia.

Masih menyesal, sudah membunuh semut itu semalem. Semoga diterima disisi-Nya dan dosaku diampuni. Amin...

Thursday, October 13, 2011

Tawaran Menarik

Hari ini gue ditawarin join di #SekolahMapresFIBUI loh. Wow! sesuatu banget kan. Biasa aja sih gue nanggepinnya. Sebuah tantangan baru buat gue kalo gini ceritanya. Pengalaman menunjukan belum pernah gue join event yang begituan. Paling pol yang gue ikutin kan yang training-training jurnalistik, penulisan, fotografi dan sejenisnya. Kalo yang masalah ilmiah-ilmiah gitu kayaknya belum deh selama gue kuliah di FIB.

Ada sih pengalaman masa lalu. Dulu nih ya, gini-gini gue anak 'berprestasi' juga loh. Semenjak SD gue sering ikut lomba-lomba yang berkaitan dengan mata pelajaran gitu. Sebut saja 'lomba siswa teladan', gue sempet jadi juara di kabupaten, 'lomba mapel IPA', gue juga sempet jadi juara kedua di kabupaten juga sih, selanjutnya banyak juga lomba-lomba yang non akademik yang gue ikutin pas SD. Waktu SMP juga lumayan nih, gue sempet ikut Olimpiade Matematika, keren gak tuh? hehe. Nah, mulai SMA emang nasib atau lebih tepatnya jalan hidup gue mulai terbentuk. Cara pandang gue pada dunia udah mulai lain. Gue termasuk jarang banget ikut event-event berbau mapel di SMA. Kecuali sempet sekali ikut 'LCCG' (baca: lomba cerdas cermat geografi) di UGM waktu itu dan hasilnya gak buruk-buruk amat sih, tapi juga gak begitu baik karena cuman dapet Juara Harapan I. Di luar itu, event yang sering gue ikutan cuma kegiatan ekskul, outdoor, seni dan olahraga deh. Kegiatan sosial juga sering gue ikutin.

Nah, berangkat dari latar belakang itu semua, apa gue pantes ya ngewakilin program studi gue buat maju dan nyalon di #SekolahMapresFIBUI? Kalopun gue jadi ikut, sepertinya bakal memberi warna baru di kancah ke-mapres-an di FIB UI ini. Intinya niat gue baik sih, jadi kalo ada apa-apa ya gue gak tanggung jawab. (loh?) hahaha. Gak gitu juga ding, maksud gue kalopun nantinya gue gak masuk nominasi, itu gak masalah deh ya temen-temen. Yang penting kita udah berusaha semaksimal mungkin nantinya (insya Allah). Tapi itu bukan berarti gue bakal semena-mena dengan kepercayaan ini. Gue bakal nunjukin ke elo-elo semua kalo anak JIP juga bisa berprestasi dengan caranya sendiri.Gitu-gitu deh pokoknya...

Selanjutnya apa? Ya intinya, gue berharap kemantapan hati dan pikiran buat menjalani semua proses sekolah mapres tersebut. Semoga gue mampu dan bisa, hingga nantinya bakal bisa mengharumkan nama JIP di FIB khususnya dan semoga sih sampe UI bahkan nasional. Amiiin (muluk banget ya doa gue--gpp kan, namanya juga harapan ya harus dong optimis). Intinya lagi gue akan berangkat dari niat baik dan bismillah semoga Allah meridhoi jalan gue ini selama itu gak bertentangan dengan kepentingan apapun.

Ok guys, doain gue ya... :) babay

Wednesday, October 12, 2011

Mau Magang

Kelas Bahasa Bali kosong, kesempatan buat cabut nih. Sebenernya sih banyak yang mesti gue kerjain. Tugas-tugas plus deadline nulis yang tinggal beberapa hari lagi yaampuun...Tapi gakpapa lah, lumayan menenangkan diri sejenak saat jam kuliah kosong. Kata temen 'dosennya lagi upacara saraswati'. Hahahaha...maklum dosennya kan aseli men dari Bali punya, namanya aja I Made Su***** (sensor deh, takut dibaca sama tun dosen) *buset kepedean gue*

Tapi baideway juga, bentar lagi gue bakal ngambil kesibukan baru nih. Magang di Perpustakaan Pusat UI (cieee...). Yah lumayan lah, daripada cuma ngajar anak SMP doang, kan bisa nambah penghasilan..hahaha. Itu baru isu, soalnya kemaren pas kelas Manajemen koleksi kebetulan dosennya (baca: Bu Luki) yang notabene kepalanye Perpus pusat nawarin job, lebih tepatnya disebut 'wirada'. Jadi buat mahasiswa yang masih aktif dan kepengin nyari pengalaman kerja di lembaga informasi khususnya perpustakaan, bisa meng-apply program tersebut. Nahh, karena gue juga alhamdulillah anak perpus (prodi gue ilmu perpustakaan dan informasi coy..) jadi ya gak ada salahnya buat nyobain kesempatan itu...

Oiya, lagi-lagi nih...out of context, semalem kayaknya anak-anak yang pada nyalon di #gabungsumaui seleksi tahap II udah diumumin yah? Selamat yah...para calon jurnalis kampus yang 'harus profesional' dong guys...OK!!! Salut sama kalian, jadi inget perjuangan gue dulu pas daftar jadi redaktur-editor di suma. hahahahaha...

Balik lagi nih masalah magang. Sebenernya juga nih, gara-gara keputusan gue ngambil magang di Perpus Pusat UI yang dengan kata lain gue harus terikat kontrak 3 bulan men tiga bulan, ada agenda lain yang harus gue cancel. Padahal itu udah gue persiapain tadinya, tapi ya mau gimana lagi. Setelah gue pikir sih yang 'satu' itu udah gak begitu relevan lagi sama gue yang udah menginjak semester lima ini (buset..) Yah, agendan itu adalah, rencana pencalonan gue sebagai Project Officer UI GTK ke 8. Proposal udah gue bikin, begitu juga prosposal sponsor dan segenap ide-ide brilian lainnya. Cuman ternyata ...(buang napas...huh)

Satu tulisan dengan banyak topik, yah itulah gaya gue. Walopun kadang gak jelas tapi semuanya 'meaning' kok. :)

Pokoknya...AKU HARUS MAGANG!!!

Tuesday, October 11, 2011

The Memories

Hi, I just wanna say...
Thank you for always being my heartside,
Thanks for always listening to me,
Thanks for everything that you've given to me,
Thanks for always giving me advices when I have down and so confuse with my suck life,
Thank you, you have teach me about 'the meaning of honesty'...

You always remember although we're totally different but you can show me the way to love somebody with all of the difference, I love the way you are...
Thank you for showing me the magical of life that I can't see before. Really, you are my beautiful witch, honey...
Umm...again, thanks for always being 'my heartside'...
Please, stay be there...
Now, I can listen then feel the sound of my life and my love. There are some chamber of the secret that need to be opened, and...
Someday, I believe in what people called 'miracle', I want to open all the chamber to know all secrets that created for us...
Honey, please stay be there,
And...

HAPPY MAGICAL 20 TO YOU, MY BELOVED SUPER NEPTUNE AGENT PARTNER,
C I W U L S K Y

Sincerely,


Yours,

Friday, October 7, 2011

Hanya Direnungkan? Cukup?

Sebenarnya apa yang membuat sesuatu itu disebut salah?

Bukankah kebenaran itu relatif? Demikian juga kesalahan...

Satu hal bagi seseorang mungkin bisa dianggap benar...tapi bagi yang lain??

Perbedaan cara pandang ini memang terlihat sederhana, sesederhana tulisan saya ini.

Tapi dampak yang timbul karena adanya perbedaan persepsi akan suatu hal bisa berakibat fatal, sefatal pikiran Anda jika tak memahami apa yang saya tulis.

Berbagi pikiran, bukanlah hal buruk bagi setiap orang, sebaik berbagi pengalaman antar individu.

Bukankah itu hal yang terasa? tapi yang ter'pikir'kan? mungkin berbeda jauh dari apa yang kita rasakan...

keseimbangan akan resistansi pemahaman otak kita dengan orang lain cenderung mengarah pada suatu perbedaan.

Namun, perubahan pola pikir tak mempengaruhi sedikitpun akan pencapaian otak kita dalam memahami hakikat suatu hal.

Bingung? ....Sama...

tandanya Anda mulai berpikir... tapi yang jelas dalam memahami tentang konsep perbedaan dan kecenderungan untuk berpikir praktis dan realistis akan suatu hal justru akan membawa kita pada suatu tahap dimana Pencapaian kerja otak kita mulai berjalan dengan seimbang. Kita berpikir diimbangi dengan kita merasakan apa yang kita pikirkan.

Rasakan apa yang kita pikirkan dan pikirkan apa yang kita rasakan....

Sederhana kan? Rumit? waowww....



Saya sedang mengharapkan sebuah 'harapan'?

Mungkin sudah begitu lama harapan itu terkontaminasi oleh pemikiran-pemikiran rumit saya yang berbaur dengan pemikiran gila kaum-kaum tak dikenal oleh dimensi saya.



Seseorang, yang aku harapkan...

dia begitu aneh terlihat, (belum pernah liat juga...)

tapi terasa aneh juga jika dirasakan, tak tau kenapa...dia yang selalu muncul...

walaupun sikapnya yang begitu acuh, tak peduli dengan apapun pada diri saya,

tapi itu bukan..bukan apa? yang saya mau dan dia mau pun tak pernah tau...

Bertanya? Tanda tanya? yahhh... bingung...(*kata orang2..namanya 'galau')hahhh? apa?



Kamu, aku coba memahami setiap langkah dan nafasmu...(?)

Tapi tak pernah kamu merasa, atau emang ga ada rasa...(?)

Sayang, mungkin jika itu yang terasa, tak terpikir oleh dimensiku...

Aku yang membingungkan, kamu yang mengabaikan...

Aku..lagilagi...



Kenapa? Sebuah intro apakah baru saja terlewat?i...atau mungkin belum mulai?...

Kamu, Aku... kita ini apa?

Sayang, belajarlah memahami dirimu...

Aku selalu belajar untuk melihatmu... bukan dengan mataku...

...(dengan apa yang kamu rasakan...)



Aku ingin mulai, mengerti, memahami, menyayangi, merasakan...Apa itu 'Cinta'?