Masuk ke area Candi Banyunibo |
Dari namanya, memang
bisa diartikan dari bahasa Jawa yang berarti air (banyu) dan jatuh atau menetes
(nibo). Terletak di tengah area persawahan dan ladang tebu milik warga Dusun
Cepit, Bokoharjo, Prambanan, Candi Banyunibo bisa dibilang cukup terpencil.
Aksesnya cukup mudah jika menggunakan kendaraan pribadi menuju bagian timur
Yogyakarta arah Wonosari. Waktu tempuh dari kota Yogyakarta (jika patokannya
adalah Malioboro) sekitar 30 menit. Masih merupakan satu komplek dengan Candi
Ratu Boko, Candi Ijo, dan Candi Barong walaupun tempatnya tidak bisa dibilang
berdekatan.
Candi Banyunibo
termasuk dalam jenis candi Budha yang terlihat dari ciri khasnya yaitu stupa di
bagian atas candi. Kemudian di dinding luar candi terdapat terdapat ornamen dan
relief yang terpahat pada batu-batu penyusunnya. Ornamen yang berbentuk
tumbuhan dan hewan mendominasi bagian-bagian dinding candi.
Berdasarkan referensi,
Candi Banyunibo dibangun sekitar abad ke-9 pada masa Mataram Kuno dan terdiri
atas satu candi induk yang menghadap ke barat dan enam candi perwara berbentuk
stupa di sisi utara, timur dan selatan. Untuk memasuki bangunan induk candi, di
sisi barat terdapat tangga dan pintu masuk. Bagian dalam candi berbentuk
persegi dengan dinding-dindingnya dihiasi dengan relung dan jendela. Relung
bagian timur adalah yang terbesar berbentuk kala makara tapi tidak ada patung,
arca atau ornamen pendamping lainnya. Jendela candi itu ternyata terbuka sampai
begian luar candi sehingga kadang pengunjung iseng naik ke jendela menuju ke
luar (teras) candi.
Bagian dinding teras
sebelah kanan dan kiri dihiasi dengan relief perempuan dan laki-laki yang
menggambarkan dewi kesuburan, Haritti dan suaminya Vaisaravana. Kemudian
penulis penasaran mengapa candi ini diberi nama ‘banyunibo’. Di area sekitar
candi tidak ditemukan adanya mata air yang jatuh dalam bentuk apapun. Bahkan
sekedar tetesan air yang mungkin bisa dilihat pun tidak ada.
Ekspektasi muncul
bahwa nama itu diambil dari kebiasaan masyarakat tempo dulu yang gemar
memberikan nama pada bangunan-bangunan suci dengan istilah yang yang filosofis.
Banyu dan nibo, mungkin masyarakat Mataram Kuno pada waktu itu menggunakan
candi ini sebagai tempat pemujaan untuk meminta hujan dan kesuburan. Ini
diperkuat dengan adanya relief Dewi Haritti yang notabene dewi kesuburan bagi
umat Budha.
Alhasil perjalanan
penulis ke Candi Banyunibo, tidak berhasil menemukan air menetes dalam bentuk apapun.
Apalah arti sebuah nama, demikian kata Shakespearre.
THANKS TO: Nika dan
Riri, temen-temen baru di Jogja dan especially
for My Partner in Crime, Ciwulsky. Let’s
plan another trip around Jogja next time, yaa!
No comments:
Post a Comment