Thursday, September 6, 2012

Mencari Air Menetes di Candi Banyunibo


Masuk ke area Candi Banyunibo
Dari namanya, memang bisa diartikan dari bahasa Jawa yang berarti air (banyu) dan jatuh atau menetes (nibo). Terletak di tengah area persawahan dan ladang tebu milik warga Dusun Cepit, Bokoharjo, Prambanan, Candi Banyunibo bisa dibilang cukup terpencil. Aksesnya cukup mudah jika menggunakan kendaraan pribadi menuju bagian timur Yogyakarta arah Wonosari. Waktu tempuh dari kota Yogyakarta (jika patokannya adalah Malioboro) sekitar 30 menit. Masih merupakan satu komplek dengan Candi Ratu Boko, Candi Ijo, dan Candi Barong walaupun tempatnya tidak bisa dibilang berdekatan.

Candi Banyunibo termasuk dalam jenis candi Budha yang terlihat dari ciri khasnya yaitu stupa di bagian atas candi. Kemudian di dinding luar candi terdapat terdapat ornamen dan relief yang terpahat pada batu-batu penyusunnya. Ornamen yang berbentuk tumbuhan dan hewan mendominasi bagian-bagian dinding candi.

Berdasarkan referensi, Candi Banyunibo dibangun sekitar abad ke-9 pada masa Mataram Kuno dan terdiri atas satu candi induk yang menghadap ke barat dan enam candi perwara berbentuk stupa di sisi utara, timur dan selatan. Untuk memasuki bangunan induk candi, di sisi barat terdapat tangga dan pintu masuk. Bagian dalam candi berbentuk persegi dengan dinding-dindingnya dihiasi dengan relung dan jendela. Relung bagian timur adalah yang terbesar berbentuk kala makara tapi tidak ada patung, arca atau ornamen pendamping lainnya. Jendela candi itu ternyata terbuka sampai begian luar candi sehingga kadang pengunjung iseng naik ke jendela menuju ke luar (teras) candi. 

Bagian dinding teras sebelah kanan dan kiri dihiasi dengan relief perempuan dan laki-laki yang menggambarkan dewi kesuburan, Haritti dan suaminya Vaisaravana. Kemudian penulis penasaran mengapa candi ini diberi nama ‘banyunibo’. Di area sekitar candi tidak ditemukan adanya mata air yang jatuh dalam bentuk apapun. Bahkan sekedar tetesan air yang mungkin bisa dilihat pun tidak ada.

Ekspektasi muncul bahwa nama itu diambil dari kebiasaan masyarakat tempo dulu yang gemar memberikan nama pada bangunan-bangunan suci dengan istilah yang yang filosofis. Banyu dan nibo, mungkin masyarakat Mataram Kuno pada waktu itu menggunakan candi ini sebagai tempat pemujaan untuk meminta hujan dan kesuburan. Ini diperkuat dengan adanya relief Dewi Haritti yang notabene dewi kesuburan bagi umat Budha.

Alhasil perjalanan penulis ke Candi Banyunibo, tidak berhasil menemukan air menetes dalam bentuk apapun. Apalah arti sebuah nama, demikian kata Shakespearre.

THANKS TO: Nika dan Riri, temen-temen baru di Jogja dan especially for My Partner in Crime, Ciwulsky. Let’s plan another trip around Jogja next time, yaa!

No comments:

Post a Comment