Tuesday, July 31, 2012

Akhir yang Mengawali Kehidupan Baru


sumber: pixabay.com
Manusia lahir, tumbuh dewasa, mengenal dunia, saling memberi, menebar manfaat, merasakan cinta kemudian mati. Semua akan melewati tahap demi tahap. Gue, gak begitu yakin sudah mencapai tahap yang mana. Yang jelas gue belum mati. Tapi intinya aku bersyukur terlahir ke dunia dengan segala keunikan dan keanehan ini.

Di bawah ini adalah tulisan—lebih tepatnya curahan hati—gue ketika merasakan sedikit tahap kehidupan yang cukup asin dirasa. Asam sih sebenernya bukan asin. Hahaha. Gue gak nyangka ternyata gue bisa nulis kayak gitu. Gue bukan cowok romantic apalagi melankolis ya, tapi ternyata bisa-bisanya gue nulis beginian. Ini tepatnya ketika gue baru putus cinta. Nahloh! Ini juga tulisan udah cukup lama. Mungkin 2 tahunan yang lalu deh. Gak tau apa yang gue pikirkan waktu itu tapi yuk deh dibaca aja kalo penasaran. Kalo gak penasaran, gampang…close tab aja. Kelar!

Pengen liat gue galau? Hahaha…

22.30
Yang ada di otak gue sekarang cuma orang yang paling gue benci. Bisa jadi dia orang yang paling gue benci sedunia.

Tapi apa alasan gue benci sama lo? Padahal lo bukan siapa-siapa atau apa-apa gue.

Tapi ya itulah, benci gue bisa tanpa alasan dan emang benci sama orang kadang bisa tanpa alasan. Tergantung konteksnya dan itu yang terjadi dengan gue sekarang.

Kadang gue mikir kenapa bisa selalu mikirin lo? Apa untungnya buat gue sedangkan lo aja mungkin gak peduli sama gue, gak pernah mau tau gimana gue sekarang.

Kalo aja ada pilihan di dunia sekali, sehari tanpa doa. Satu hal yang pengen gue lakuin sekarang. “Bunuh” lo. Kejam mungkin dan gue bakal dikira binatang sama orang-orang, gak berperikemanusiaan kata mereka. Jelas aja gak berperikemanusiaan, mereka aja binatang, yang cuma bisa makan ‘kotoran’ zaman. Terus? Apa bedanya?

Ada orang yang hidupnya gak pernah bisa lepas dari orang lain, bergantung dari belas kasih orang, mengais-ngais kantong orang lain. Tau lo?

“Hidup ini begitu indah..”, kata orang yang bisa menikmatinya.
“Hidup ini naif..”, kata orang yang tidak bisa memaknainya.
“Hidup ini sementara...”, kata Pak Ustad.
“Hidup ini panggung sandiwara..”, kata Ahmad Albar..(eh salah…hidup harusnya ‘dunia’ ye)
“Hidup ini bejat…”, kata para preman.
“Hidup ini gak adil..”. kata orang-orang yang tidak tau apa itu ke’adil’an yang sebenarnya.
“Hidup ini sudah berakhir..”, kata korban pemerkosaan yang mau bunuh diri.

Dan “hidup hidup” yang lain yang mungkin dikatakan oleh setiap orang…

Tapi kalo kata gue…”Hidup itu virus”. Kenapa? Karena ketika makhluk ‘hidup’, dia akan berusaha menjangkiti makhluk ‘hidup’ lainnya. Mencari inang untuk melampiaskan nafsunya, menjalar seiring aliran darah dengan cepat, mencari tempat untuk penetrasi dan ejakulasi, dan setelah puas, dia akan mencampakkan mereka begitu saja tanpa rasa berdosa dan mencari inang yang lain untuk dia ‘jangkiti’. Tau kan maksud gue? Gak? Bagus. Itu tandanya lo mikir.

22.59
Aku kembali ke kehidupan nyata. Hanya ini yang tersisa di hidupku. Penyesalan, kekecewaan, hina, terpuruk, pecundang, …hanya itu? Yaa, mungkinkah ada sedikit harapan untuk orang sepertiku?

Aku selalu terbuai dengan mimpiku. Merasa bahwa mimpi itu nyata bukan semu. Merasa bahwa esok pagi mimpi-mimpiku semalam akan jadi kenyataan. Menganggap bahwa segala hal yang terjadi itu berawal dari mimpi.

Hidup, mimpi, cita-cita, cinta dan masa depan.

Kenapa aku letakkan mimpi di urutan kedua setelah hidup? Itulah salah satu dari sekian banyak kebodohanku. Hah? Benarkah aku bicara soal kebodohan? Padahal ku sendiri tak yakin apakah aku masih punya kepandaian. Setiap hal yang aku lakukan hanya membuat orang lain kecewa. Tak ada pencapaian tinggi dalam hidupku.

23.11
Gue gak tau apa yang musti gue lakuin buat lo. Gue cinta dan dan gue sayang sama lo. Apa selama ini cara gue salah buat ngungkapin semua perasaan itu sama lo? Bisa jawab?

Ngomong plis, apa yang musti gue lakuin agar lo tau kalo gue sayang banget sama lo. Gue butuh lo, cuma lo yang ngertiin gue selama ini, lo yang ada buat gue, lo yang selalu support gue dari belakang, lo yang care banget sama gue… Tapi gue sendiri gak punya perasaan. Emang gue gak pernah ngungkapin perasaan gue. Itu smua cuma kiasan, cuma mimpi…gak ada yang nyata dalam hidup gue sekarang…bahkan untuk urusan cinta, gue NOL. Terus? Apa lo peduli?

23.16
Mimpi, sebenarnya untuk apa Sang Khalik memberi kita mimpi ketika tidur? “Mimpi itu cuma bunga tidur”, kata sebagian besar orang. Tapi sebenarnya Tuhan Maha Adil bahwa Dia memberikan kita mimpi saat terlelap. Ketika kita tidak bisa menjangkau hal yang paling mustahil kita raih pun ketika tidur kita bisa menjangkaunya, mencapainya, bahkan meraihnya dan mengenakan jubah kebesarannya.

Se-riil itukah? Pertanyaan yang bagus… Aku adalah orang yang percaya pada mimpi. Hampir mendewakan mimpi. Karena hidupku pun aku anggap mimpi yang suatu saat ketika kita terjaga apa yang baru saja kita alami akan menghilang begitu saja tanpa bekas. Dan yang ada hanya kekecewaan ketika kita tidak merampungkan sesuatu yang padahal sudah seharusnya kita lakukan.

23.21
Gue selalu mikirin lo, gak tau sampe kapan perasaan ini bakal bisa ilang. Gue gak yakin.
What are you looking for, boy? … Gue emang cuma bisa nunggu, dalam segala hal. Dan karena itulah gue ngalamin semua kekecewaan dan keterpurukan ini. Don’t tell her… starting from now, I’m not sure if we’ll be together. Gue gak mau ngulangin semua kesalahan masa lalu, sama siapapun.

Masa lalu gue udah terlalu buruk untuk terulang di saat gue ingin ngelupain semua itu. Gue bakal kubur hidup-hidup masa lalu itu. Gue hidup buat masa depan bukan cuma buat mengungkit masa lalu.

Masa depan gue terlalu berharga buat dikorbanin dengan hal-hal yang gak jelas kaya gini. Gue musti berubah mulai sekarang. Hidup gue masih panjang, masih banyak orang yang sayang sama gue…setidaknya itu yang gue yakinin.

Jangan pernah lagi hadir dalam kehidupan gue. Jangan pernah terulang masa lalu…

22.33
Aku pun tak tahu mengapa mereka berpikir seolah-olah mereka tahu segalanya. Seolah mereka itu malaikat yang menjagaku siang malam. Mereka seakan tahu apa yang aku lakuin selama ini, seolah mengerti apa yang aku rasakan saat ini.

Aku sendiri. Tapi seolah ada yang selalu mengawasiku… tapi siapa?

Bahkan orang tuaku pun tak pernah peduli denganku. Aku selalu yang terburuk di keluarga. Aku selalu kalah dengan saudara-saudaraku. Akulah yang selalu jadi ejekan mereka… Apa hak mereka dengan semua itu?

Sejak kecil, tak pernah aku merasakan kasih sayang orang tua. Bahkan mungkin aku tak pernah merasakan manisnya ASI, ataupun gendongan seorang ayah. Mereka terlalu sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Tapi aku selalu terima. Aku pun tak pernah menuntut apapun. Sejak aku masuk bangku TK, SD, SMP aku selalu berprestasi. Orang-orang selalu bertanya, “Anak siapa ya…pinter banget?”. Pertanyaan itu yang tak pernah aku ingin jawab tapi harus aku jawab dengan perasaan ‘apapun’.

Ya, aku masih anak-anak, tepatnya kekanak-kanakan mungkin. Jelas saja sejak kanak-kanak aku tak pernah merasakan bahagianya seorang anak.

Aku selalu sendiri.

22.43
Gue masih gak bisa tidur. Wajar, buat anak kuliah tidur jam segini ga biasa juga sih. Udah biasa tidur di atas jam 1.00. Tapi sekarang beda. Beberapa waktu yang lalu selalu ada yang ngingetin gue buat tidur, makan, mandi, etc. Gak penting-penting amat benernya tapi gue nyaman sama dia.

+ Lagi ngapain nih? Belom bobo kan?

> Lagi di kosan aja, tiduran, bosen. Belom lah, kamu juga belom bobo? Ngapain?

+ Kenapa bosen? Na ngebosenin ya? Lagi gak bisa bobo, kangen… :(

> Bukan, bukan kamu dong…tugas2 kuliah nih yang bikin bosen, numpuk gak kelar2. Miss you too, Na…Jangan cembeyut gitu dong :)

+ Ya diselesein dong! Makanya jangan maen mulu! Iyaaa... :) Eh udah makan? Jangan telat loh…kebiasaan! 

> Iya2 deh nyonya… Udah kok tadi, kamu bobo gih, udah malem juga…

+ Iya deh, mataku juga tinggal 5 watt nih, hehe… Love you <3

> Siiiip deh, met bobo ya, nice drim… Love you too <3

Gue selalu inget, saat-saat yang selalu bisa bikin gue senyum-senyum sendiri, rela ninggalin semua tugas buat dia, rela buat ngorbanin uang saku sebulan demi beliin kado buat dia, rela ngabisin waktu berjam-jam buat nelpon dia… Tapi, uhh ngapain diungkit-ungkit? Gak  penting juga sekarang. Tapi tapi tapi… penting buat gue.

00.00
Aku masih kecil waktu itu ketika aku pulang sekolah dan melihat kedua orang tuaku. Tunggu! Tidak seperti yang kalian bayangkan yang seharusnya aku merasa bahagia saat kedua orang tuaku bertemu, tapi justru sedih yang muncul. Aku melihat dan mendengarkan dengan baik kedua orang tuaku bertengkar hebat. Tak jelas apa sebabnya, masih terlalu kecil aku waktu itu untuk memahami jalan pikiran orang dewasa yang serba rumit. Tapi sudah cukup mengerti bagiku bahwa kedua orang tuaku tak pernah akur.

Jarang-jarang mereka bertemu berdua sekaligus, kadang sebulan sekali, dua bulan sekali. Akupun seringkali bertemu mereka tak pernah lengkap, kadang hanya ibuku dan di lain waktu hanya ayahku yang di rumah. Mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka dan tak pernah menganggap aku ini ada, anak mereka sendiri.

Lagi-lagi aku sendiri dan menghadapi kenyataan bahwa kedua orang tuaku pernah bilang mau bercerai. Aku belum begitu mengerti waktu itu untuk memahami apa itu kata ‘cerai’, tapi mendengarnya saja aku seolah diberi tahu oleh sesuatu kekuatan yang ada dalam raga kecilku bahwa kata itu sangat buruk seburuk yang diucapkan ayahku pada ibuku…pun sebaliknya.

Aku sendiri….

Mengapa aku jadi terjebak dengan lamunan masa lalu  lagi? Sekarang aku sudah cukup dewasa untuk mengerti arti hidup walaupun kedengarannya aneh. Karena masih banyak yang menganggapku kekanak-kanakan. Yaa…tidak lebih baik sekarang dari dulu.”

Aku ingin terbangun dari mimpi-mimpi panjangku sekarang, aku ingin ada makhluk semacam alien yang akan membawaku ke dunia di mana orang lain tak ada yang mengenalku. Dan aku bisa memulai lagi semua dari awal, memulai semua dari nol…”

Aku ingin bangkit dari segalanya…

--Semakiin lama aku menulis, semakin aku tidak  mengerti apa yang baru aku tulis tapi semakin tertantang aku untuk melanjutkannya--


Jakarta, [lupa tanggal berapa bulan apa, 2010?]

No comments:

Post a Comment