Photo by Danang, edited by Ambarr |
Mendaki
gunung adalah aktivitas fisik yang cukup menguras tenaga, memacu
adrenalin tapi sekaligus olahraga batin. Aspek jasmani dan rohani dalam
kegiatan pendakian buatku selalu seimbang. Dalam pendakian, kita tidak
hanya dituntut untuk mempersiapkan fisik secara matang tetapi juga aspek
batin kita juga harus kondusif dan terkadang justru aktivitas mendaki
gunung ini menjadi obat hati yang cukup manjur. Ketika sampai di puncak,
aku merasakan sentuhan batin dan merasa begitu dekat dengan Sang
Pencipta.
Perjalanan yang baik adalah persiapan yang baik, berlaku juga dalam mendaki gunung. Aku sih tidak
ingin membahas tentang persiapan detail untuk pendakian gunung karena
di situs lain sudah banyak yang membahasnya. Aku hanya ingin
mengingatkan lagi bahwa untuk pendakian suatu gunung harus dipersiapkan
dengan pertimbangan yang matang, mulai dari;
- Destinasi gunung yang akan didaki,
- Jenis atau karakter medan dari gunung tersebut,
- Jumlah atau rekan pendakian,
- Lamanya pendakian (lebih tepatnya lama perjalanan mulai dari berangkat sampai target sampai di rumah kembali),
- Rencana anggaran,
- Jasmani dan rohani tentunya,
- Perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan selama perjalanan pendakian,
- Transportasi yang akan digunakan,
- Perizinan, baik pada orang-orang terdekat maupun pihak register di pos pendakian,
- Kontingensi plan untuk poin 3, 4, 5, 7 dan 8 jika mungkin ada perubahan.
Jika
persiapan-persiapn tersebut sudah kita lakukan dengan baik, ibaratnya
kita sudah melakukan setengah perjalanan dan tinggal setengah lagi
sebelum sampai tujuan dan pulang dengan selamat.
Kemudian, apa sih
sebenarnya yang dicari para pendaki gunung? Aku sering ditanya teman, “apa sih yang lo cari dan lo dapetin dari hobi lo mendaki gunung? Lo suka nyari-nyari bahaya ya?”.
Buatku itu pertanyaan yang sulit, tapi aku ingin memberikan kutipan
dari beberapa pendaki gunung profesional ketika ditanya hal-hal serupa.
"Begitu aku berada di atas gunung, akau tahu bahwa perasaan seperti ini akan membuatku memusatkan perhatian penuh pada tugas yang sedang kuhadapi. Tetapi kadang aku bertanya-tanya, tidakkah aku melakukan perjalanan panjang ini hanya untuk menyadari bahwa yang kucari sebenarnya adalah sesuatu yang kutinggalkan di belakang." (Thomas F. Hornbein)
"Kenyataannya, aku ingin mendaki gunung itu lebih dari apapun yang pernah kuinginkan dalam hidupku." (John Krakauer)
"Kemudian aku mulai mendaki gunung, dan olahraga ini memberiku banyak hal yang tidak aku temukan dalam kehidupan biasa. Tantangan, persahabatan dan perasaan memiliki misi selalu mengikuti setiap pendakian." (John Taske)
Orang-orang
yang tidak pernah mendaki gunung cenderung beranggapan bahwa olahraga
ini merupakan olahraga nekat. Sebuah kegiatan yang tidak masuk akal
untuk meningkatkan gairah hidup. Akantetapi, anggapan bahwa para
pendaki hanyalah orang-orang yang kecanduan adrenalin, yang selalu
mengejar kepuasan moral, tidak sepenuhnya benar. Mendaki tidak sama
dengan olahraga golf atau tenis. Ketahanan fisik dan emosional,
perjuangan yang dituntut oleh kegiatan mendaki gunung menjadikan olahraga
ini bukan sekedar permainan.
Ada lagi kutipan dari Om John Krakauer setelah doi mendaki Gunung Everest;
"Aku selalu sadar bahwa mendaki gunung merupakan kegiatan yang sangat beresiko. Aku juga sadar bahwa bahaya merupakan komponen terpenting dalam permainan ini. Tanpa itu, mendaki gunung tidak berbeda dengan rekreasi rutin yang lain. Rasanya menyenangkan bisa bersentuhan dengan sebuah keabadian yang menyimpan sejuta teka-teki, melihat sekilas wilayah-Nya yang terlarang. Mendaki merupakan kegiatan yang mengagumkan. Aku sangat yakin akan hal itu bukan karena berbagai resiko yang terkandung di dalamnya melainkan justru karena semua resiko tersebut."
Dari
kutipan-kutipan pendaki profesional di atas, tinggal bagaimana kita
melihat kegiatan mendaki gunung itu. Buatku kegiatan mendaki gunung
mampu menciptakan perasaan memiliki. Menjadi seorang pendaki berarti
bergabung dengan kelompok masyarakat mandiri yang idealis, kelompok yang
yang kerap kali diabaikan tapi secara mengejutkan justru tidak
terkontaminasi oleh dunia secara keseluruhan.
Mendaki gunung
adalah budaya yang ditandai dengan persaingan, sangat maskulin dan yang
terpenting adalah bahwa semua pendaki selalu berusaha untuk mengesankan
pendaki yang lain (itu selalu aku rasakan ketika mendaki suatu gunung).
Mencapai puncak manapun kurang penting dibanding dengan cara kita
mencapainya, itu yang selalu dikatakan temanku saat mendaki gunung.
Seorang pendaki akan merasa bangga jika dia berhasil mencapai puncak
melewati rute yang paling sulit dengan perlengkapan minimal dan
keberanian yang sulit dibayangkan. Tapi kemudian jangan menjadikan ini
sebagai pembenaran untuk mengabaikan persiapan yang matang setiap
menjelang pendakian. Bagaimanapun, keselamatan kita adalah tetap utama
hingga kembali ke rumah dan bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
"Jika kamu selalu mengeluh, kamu tidak akan mencapai puncak. Mumpung kita ada di tempat ini (Everest), sebaiknya kita jadikan pengalaman ini sesuatu yang menyenangkan." (Scott Fischer)
Jadikan setiap kegiatan pendakian gunung sebagai sesuatu yang menyenangkan. Mindsetting otak kita dengan hal itu dan percaya bahwa kita akan sampai puncak dengan spektakuler dan turun gunung dengan selamat. Keep mountaineering! Take it to the limit! Reach your summit!
mantap bang
ReplyDelete