Wednesday, September 25, 2013

Pantai Jungwok: Paduan Nama Asing, Pasir Kasar dan Perairan Dangkal

Pasir Pantai Jungwok
Mencari pantai-pantai yang nggak mainstream di Jogja adalah hobi kami berdua kalo lagi traveling bareng, tentunya di Jogja. Nggak tau kenapa ya, rasanya kalo ngerasain dateng ke pantai yang masih perawan, belum tersentuh modal-modal, masih terpampang dengan segala pesona kealamiannya itu menyenangkan dan luar biasa. Ada semacam kepuasan pribadi gitu daripada dateng ke pantai yang udah banyak warung di sana-sini, toilet berjajar, tempat parkir banyak dan intinya udah serba gampang gitu.

Pantai satu ini sebenernya udah lama gue caritau infonya tapi baru awal September lalu bisa tereksekusi. Namanya unik, Jungwok, tak seperti kebanyakan nama pantai di selatan Jogja lainnya yang kebanyakan kejawa-jawaan gitu namanya. Nama Jungwok ini kesannya kayak kata serapan dari istilah asing gitu nggak sih? Korea-korea gitu kali ya? Sayangnya gue kurang referensi buat nulis travelpost ini, jadi agak ngasal aja dan jangan percaya sama gue seratus persen ya. Mungkin aja menyesatkan, hahaha menyesatkan ke jalan yang benar. Kalo pengen tau sejarah asal muasal nama Pantai Jungwok ini, coba search aja ya di google, kali aja ada.

Informasi pertama dulunya gue dapet kalo pantai ini berada dekat dengan Pantai Wediombo yang udah pernah gue sambangin sebelumnya. Katanya kita harus jalan kaki menyusuri ladang di belakang Pantai Wediombo selama kurang lebih setengah jam sebelum sampai di pantai satu ini. Letaknya di balik bukit di sebelah timur Wediombo. Itu dulu…

Suasana Pantai Jungwok, tenang, sepi, dan menggoda...
Sekarang ternyata udah lain, udah ada akses jalan yang meskipun masih tanah berdebu tapi bisa lah ditempuh pake motor sampai ke bibir Pantai Jungwok ini. Letak akses jalan ini pokoknya tinggal ngikutin penunjuk jalan ke arah Pantai Wediombo. Nanti sekitar seratus meter menjelang parkiran Pantai Wediombo, akan ada jalan bercabang di kiri jalan dan di situlah penunjuk jalan berupa papan bertuliskan “Pantai Jungwok” terpampang. Tinggal kita ikutin aja, sepuluh menit naik motor sampai deh di bibir pantainya.

Satu...dua...tiga...hallooo!
Pas gue dateng ini, pantainya masih sepi, cuma ada sepasang sejoli yang tengah berteduh di bawah pandan laut karena memang belum ada pembangunan apapun di pantai ini, masih alami dan ini pula yang kami suka. Kami datang berempat, dua motor. Gue bareng partner tercinta dan satu motor ada pasangan dari Jakarta yang sedang berlibur di Jogja dan menunjuk kami sebagai tour guide gratis gitu, Ayu dan Tyas.

Kami memarkirkan motor kami di bawah rimbunnya pandan laut sekaligus dekat dengan spot kami berteduh, safety broooh…

Pantainya berbentuk lengkung dan cukup luas dengan pasirnya yang bertekstur kasar. Posisi pantai dengan kemiringan sekitar 25 derajat, membuat hasrat untuk gegulingan di pasir muncul, terutama dari si partner gue satu itu. Dia emang paling demen kalo ke pantai gegulingan di pasir gitu. Lucu juga liatnya…

Sesaji ritual gue dan Ciwul sebagai demigod paling spektakuler abad ini..hehehe
Perairan di Pantai Jungwok ini juga unik. Sepanjang sekitar tiga puluh meter ke arah laut berupa perairan dangkal yang selalu berair. Ini sangat cocok buat yang demen berendam dan mainan air gitu. Jauh di depan sana, ombak lautnya cukup besar menghantam karang besar yang berbentuk seperti pulau kecil. Suasana dan semilir angin yang bertiup khas pantai pun membuat rasa nyaman yang menenteramkan. Sesekali terlihat burung camar laut tengah mencari ikan di tepian pantai sana. Begitu dekat dan begitu nyata ketika burung itu bertengger dan mematuk-matukkan paruhnya ke perairan dangkal di depan mata kami.

Pantainya yang menghadap ke arah timur ini juga sepertinya sangat potensial untuk menikmati pesona sunrise di pagi hari. Sore hari menjelang kami pulang, serombongan muda-mudi datang membawa perlengkapan camping. Sepertinya mereka akan bermalam di Pantai Jungwok ini. Momen mereka memang tepat karena mungkin sebulan lagi dari sekarang, pantai ini tak akan seperawan ini lagi. Modal-modal akan segera datang mengeksplorasi…

Dan senyum yang selalu bikin gue rindu sama dia...
Memang, kadang ada ego di diri yang ingin menolak saat modal-modal datang memperkosa keperawanan  sang alam dengan kasar, tanpa belas asih dan semena-mena. Tapi, selalu ada jawaban dari penolakan itu, pengelola akan berdalih urusan ekonomi sebagai tameng. Peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi topeng. Hingga pada akhirnya, kami sebagai penikmat alam pun hanya bisa berharap semoga mereka bisa arif dan bijaksana dalam mengeksplorasi alam sekitar. Ingat, saat kita bijak pada alam, alam akan memberikan jutaan kebermanfaatan bagi kita. Namun sebaliknya, ketika kita semena-mena dengan alam, mereka akan punya cara tersendiri untuk menghukum keserakahan manusia. Hmmmm…yang jelas Pantai Jungwok ini, epic dan Agentventure paraaah….

Jangan rusak pantai ini yaa, biar aku bisa mainan gini terus...

2 comments:

  1. itu foto yang terakhir bikin ngakak parah pffft hahahahahhaha

    ReplyDelete