Skripsi lo... | Sumber gambar: hamdandesign.net |
Saat menjadi mahasiswa, banyak hal menyenangkan bisa lo
dapet. Pengalaman, teman, ilmu, keterampilan, sampai ke gebetan atau pacar juga
bisa aja lo dapetin. Seiring waktu berjalan, hingga sampailah sang mahasiswa
menjadi “mahasiswa tingkat akhir” yang punya momok menakutkan bernama skripsi,
tugas akhir atau apalah itu namanya. Istilah di kampus gue buat tugas akhir mahasiswa
tingkat akhir jenjang S1 itu ya skripsi.
Skripsi menjadi semacam dementor yang gemar mencium dan
menyedot hawa kebahagiaan dari orang-orang. Kalo dalam kasus ini ya itu tadi,
mahasiswa tingkat akhir. Ketika mengerjakan skripsi, banyak masalah yang sering
muncul. Mulai dari uang saku menipis, teman yang satu-per-satu mulai nggak
keliatan, orientasi hidup yang fluktuatif, pertanyaan dari ortu “kapan lulus? kapan
wisuda?” dan masalah sama pacar.
Kadang gue pengen kayak orang-orang yang keliatannya worried banget sama skripsinya. Kayaknya
tuh sibuk banget ngerjain skripsi. Sementara gue, kok berasa nyante banget gitu
ya. Gue aja kadang bingung kenapa ketika orang-orang itu hectic mikirin
skripsi, gue malah suka ketawa-ketiwi sendiri dan selow banget mikirinnya.
Penelitian yang gue lakuin aja termasuk telat, karena sebelumnya gue terjebak
dengan “magang kerja”. Jadi, di awal masa-masa penelitian skripsi, gue malah
mangkir dan lebih milih magang kerja.
Terus banyak artikel gue baca tentang skripsi-skripsi dari
yang serius, agak serius sampe yang unik-unik ringan gitu. Kata sebagian besar
artikel itu, “skripsi bisa merenggangkan
bahkan merusak hubungan lo sama sama
pacar”. Gue penasaran kan, emang bener? Sementara posisi gue saat ini,
sedang skripsi dan juga punya pacar. Mungkin ada yang menarik yang bisa gue
pelajari dari artikel-artikel itu.
Ada yang bilang, “Karena
kesibukan lo ngerjain skripsi, pacar lo ngerasa terabaikan dan menuntut untuk
diperhatiin lebih. Kalo nggak, akhirnya lama-lama renggang, terus putus”. Serem
kan…?
Ada juga yang bilang, “Karena
terlalu sibuk pacaran, akhirnya skripsi terbengkalai, wisuda tertunda, pacar
kecewa, akhirnya putus”. Amit-amit deh yang ini, jangan sampe yaa…
Kalo gue bilang sih, ada orang-orang yang kurang bisa
menentukan prioritasnya. Mana yang lebih penting dan mana yang penting aja. Karena
menurut gue pun segala hal yang menyangkut hidup dan masa depan adalah sesuatu
yang penting. Jadi, nggak ada yang namanya “ini penting dan itu nggak penting”.
Semuanya penting, cuma diitung dipertimbangkan mana yang lebih penting.
Kalo menyangkut pacar, jelas kalo bagi gue itu penting. Terus
skripsi juga penting kan? Jadi, gimana dong? Kuncinya adalah komunikasi, dan
saling terbuka. Bahasa gaulnya open-minded
gitu deh. Dalam sebuah hubungan, komunikasi adalah kunci utamanya,
selanjutnya keterbukaan dan kejujuran. Gue sih selalu mengkomunikasikan,
khususnya tentang skripsi ini, sama doi.
Ngomongin apa masalah yang sedang gue hadepin dalam skripsi,
perkembangan skripsi, sampai hal-hal kecil yang muncul gitu aja tapi kadang
juga penting.
Intinya, pacar itu nggak harus jadi tempat mengeluh tapi ya
emang kayak gitu dan gue ngerasainnya. Banyak hal yang ketika diceritakan dan
kita bener-bener bisa terbuka sama orang, seberat apapun itu masalahnya, akan
membuat kita merasa lebih ringan. Manusia perlu berbagi, nggak bisa segalanya
dipendam sendiri. Itu kodrat manusia sebagai zoon politicon.
Buat gue pribadi, pacar justru sebagai motivasi tersendiri
dalam penyusunan skripsi. Gue menjalani, apa yang kata banyak orang, long distance relationship atau LDR. Bisa dibilang modus, penelitian
skripsi gue lakukan di kota tempat pacar tinggal. Kalo gue nggak bisa
ngontrol, apa yang banyak orang bilang dalam artikelnya, bakal kejadian. Kalo gue
terlalu lelap dalam euphoria pertemuan dengan pacar sehingga skripsi gue
terbengkalai, apa jadinya nanti. Sebaliknya, kalo gue terlalu serius dan saklek
dengan penelitian dan mengabaikan pacar yang sudah lama nggak ketemu, apa juga
jadinya nanti. Sudah LDR, pas deket satu kota, malah diabaikan. Bisa kebayang
gimana perasaannya.
Yang gue dan dia lakuin adalah sama-sama saling mengontrol
dan menempatkan diri dalam posisi masing-masing. Gue menghormati dan menghargai
dia sebagai orang yang super gue sayang dan dia pun sebaliknya. Kuncinya, ya
komunikasi tadi. Setiap ada masalah tentang skripsi, kita bicarakan, saling share. Tapi bukan gue aja yang
memonopoli masalah, karena sebaliknya dia juga butuh cerita, tempat berkeluh
kesah tentang kehidupannya sehari-hari. Kita sama-sama saling memberi saran,
masukan dan motivasi yang tak pernah berhenti. Sehingga sekarang, skripsi gue
lancar, pacaran juga lancar. Justru skripsi bikin hubungan gue sama doi makin
hangat. Karena doi tau semua apa yang gue kerjain di sana, dan gue bisa bareng
terus sama dia selama gue penelitian. Kurang romantis apa coba kita? *plak
Terimakasih buat Desi Wulansari, buat dukungan, saran, masukan, gaprakan, dan doa yang terus menerus selama ini. Sukses juga buat kamu. Semoga jadi dokter gigi yang baik dan selalu menebar manfaat buat sekitarmu. Semoga kita bisa jadi orang sukses, dunia-akhirat dan terus sama-sama ya. Amin.
No comments:
Post a Comment