Friday, May 17, 2013

Skripsi vs Pacar, Mana yang Paling Benar?


Skripsi lo... | Sumber gambar: hamdandesign.net
Saat menjadi mahasiswa, banyak hal menyenangkan bisa lo dapet. Pengalaman, teman, ilmu, keterampilan, sampai ke gebetan atau pacar juga bisa aja lo dapetin. Seiring waktu berjalan, hingga sampailah sang mahasiswa menjadi “mahasiswa tingkat akhir” yang punya momok menakutkan bernama skripsi, tugas akhir atau apalah itu namanya. Istilah di kampus gue buat tugas akhir mahasiswa tingkat akhir jenjang S1 itu ya skripsi.

Skripsi menjadi semacam dementor yang gemar mencium dan menyedot hawa kebahagiaan dari orang-orang. Kalo dalam kasus ini ya itu tadi, mahasiswa tingkat akhir. Ketika mengerjakan skripsi, banyak masalah yang sering muncul. Mulai dari uang saku menipis, teman yang satu-per-satu mulai nggak keliatan, orientasi hidup yang fluktuatif, pertanyaan dari ortu “kapan lulus? kapan wisuda?” dan masalah sama pacar.

Kadang gue pengen kayak orang-orang yang keliatannya worried banget sama skripsinya. Kayaknya tuh sibuk banget ngerjain skripsi. Sementara gue, kok berasa nyante banget gitu ya. Gue aja kadang bingung kenapa ketika orang-orang itu hectic mikirin skripsi, gue malah suka ketawa-ketiwi sendiri dan selow banget mikirinnya. Penelitian yang gue lakuin aja termasuk telat, karena sebelumnya gue terjebak dengan “magang kerja”. Jadi, di awal masa-masa penelitian skripsi, gue malah mangkir dan lebih milih magang kerja.

Terus banyak artikel gue baca tentang skripsi-skripsi dari yang serius, agak serius sampe yang unik-unik ringan gitu. Kata sebagian besar artikel itu, “skripsi bisa merenggangkan bahkan merusak hubungan lo sama sama pacar”. Gue penasaran kan, emang bener? Sementara posisi gue saat ini, sedang skripsi dan juga punya pacar. Mungkin ada yang menarik yang bisa gue pelajari dari artikel-artikel itu.

Ada yang bilang, “Karena kesibukan lo ngerjain skripsi, pacar lo ngerasa terabaikan dan menuntut untuk diperhatiin lebih. Kalo nggak, akhirnya lama-lama renggang, terus putus”. Serem kan…?

Ada juga yang bilang, “Karena terlalu sibuk pacaran, akhirnya skripsi terbengkalai, wisuda tertunda, pacar kecewa, akhirnya putus”. Amit-amit deh yang ini, jangan sampe yaa…

Kalo gue bilang sih, ada orang-orang yang kurang bisa menentukan prioritasnya. Mana yang lebih penting dan mana yang penting aja. Karena menurut gue pun segala hal yang menyangkut hidup dan masa depan adalah sesuatu yang penting. Jadi, nggak ada yang namanya “ini penting dan itu nggak penting”. Semuanya penting, cuma diitung dipertimbangkan mana yang lebih penting.

Kalo menyangkut pacar, jelas kalo bagi gue itu penting. Terus skripsi juga penting kan? Jadi, gimana dong? Kuncinya adalah komunikasi, dan saling terbuka. Bahasa gaulnya open-minded gitu deh. Dalam sebuah hubungan, komunikasi adalah kunci utamanya, selanjutnya keterbukaan dan kejujuran. Gue sih selalu mengkomunikasikan, khususnya tentang skripsi ini, sama doi.  Ngomongin apa masalah yang sedang gue hadepin dalam skripsi, perkembangan skripsi, sampai hal-hal kecil yang muncul gitu aja tapi kadang juga penting.

Intinya, pacar itu nggak harus jadi tempat mengeluh tapi ya emang kayak gitu dan gue ngerasainnya. Banyak hal yang ketika diceritakan dan kita bener-bener bisa terbuka sama orang, seberat apapun itu masalahnya, akan membuat kita merasa lebih ringan. Manusia perlu berbagi, nggak bisa segalanya dipendam sendiri. Itu kodrat manusia sebagai zoon politicon.

Buat gue pribadi, pacar justru sebagai motivasi tersendiri dalam penyusunan skripsi. Gue menjalani, apa yang kata banyak orang, long distance relationship atau LDR. Bisa dibilang modus, penelitian skripsi gue lakukan di kota tempat pacar tinggal. Kalo gue nggak bisa ngontrol, apa yang banyak orang bilang dalam artikelnya, bakal kejadian. Kalo gue terlalu lelap dalam euphoria pertemuan dengan pacar sehingga skripsi gue terbengkalai, apa jadinya nanti. Sebaliknya, kalo gue terlalu serius dan saklek dengan penelitian dan mengabaikan pacar yang sudah lama nggak ketemu, apa juga jadinya nanti. Sudah LDR, pas deket satu kota, malah diabaikan. Bisa kebayang gimana perasaannya.

Yang gue dan dia lakuin adalah sama-sama saling mengontrol dan menempatkan diri dalam posisi masing-masing. Gue menghormati dan menghargai dia sebagai orang yang super gue sayang dan dia pun sebaliknya. Kuncinya, ya komunikasi tadi. Setiap ada masalah tentang skripsi, kita bicarakan, saling share. Tapi bukan gue aja yang memonopoli masalah, karena sebaliknya dia juga butuh cerita, tempat berkeluh kesah tentang kehidupannya sehari-hari. Kita sama-sama saling memberi saran, masukan dan motivasi yang tak pernah berhenti. Sehingga sekarang, skripsi gue lancar, pacaran juga lancar. Justru skripsi bikin hubungan gue sama doi makin hangat. Karena doi tau semua apa yang gue kerjain di sana, dan gue bisa bareng terus sama dia selama gue penelitian. Kurang romantis apa coba kita? *plak


Terimakasih buat Desi Wulansari, buat dukungan, saran, masukan, gaprakan, dan doa yang terus menerus selama ini. Sukses juga buat kamu. Semoga jadi dokter gigi yang baik dan selalu menebar manfaat buat sekitarmu. Semoga kita bisa jadi orang sukses, dunia-akhirat dan terus sama-sama ya. Amin.

No comments:

Post a Comment