Saturday, September 30, 2017

Parenting Jaman Now

Ilustrasi parenting | Sumber gambar: psychiatristpune.in
Dari judulnya sudah mencerminkan aura kekiniannya kan? Sekarang semua serba kekinian. Dikit-dikit kekinian, dikit-dikit kekinian. Sampe akhirnya kekiniannya ya cuma dikit-dikit. Tulisan ini akan cukup panjang, jadi mohon bersabar ini ujian. He he he....

Topik yang mau saya ungkapkan ini cukup berbeda dari semua jenis tulisan yang pernah saya post. Parenting. Ya topik ini belum pernah saya bahas atau ulas dalam curahan hati blog ini. Ngomongin soal parenting, yang mau saya tulis di sini sebenarnya adalah hasil diskusi singkat dengan sahabat yang cukup jarang bertemu seminggu yang lalu. Kala itu, bakda asar di masjid salah satu mall di Depok, saya bertiga dengan dua sahabat saya iseng-iseng ngobrol ngalor ngidul awalnya. Dari awalan itu, nggak tau juga kenapa kemudian mengarah ke topik parenting.

Sebenarnya bisa jadi karena memang sudah masanya. Di usia kami yang sepantaran ini memang ternyata dirasa perlu membahas hal-hal serius tentang masa depan, bagaimana menjadi orang tua yang baik, ayah yang baik, suami yang baik dan partner yang baik tentunya baik bagi istri maupun anak kelak.

Obrolan ini berawal dari frasa sederhana,
"Jadi orang tua jaman sekarang kok keliatannya susah ya?"
Dari situ kemudian menguak banyak bahasan lainnya. Saya sendiri kepikiran,"ternyata seperti apa saya saat ini, tak lepas dari bagaimana kedua orang tua saya dulu mendidik dan mengasuh". Bener nggak sih? Pernah nggak kalian terpikir,"aku bisa saja jadi orang jahat atau berbuat nggak bener, tapi ternyata aku nggak ngelakuinnya". Semacam ada benteng tak terlihat yang menahan diri berbuat sesuai yang nggak bener. Terlepas dari pemahaman mengenai agama, merasa nggak sih kalau masa lalu kita, masa kanak-kanak, masa-masa saat dididik oleh bapak ibu kita itu ternyata punya andil besar dalam pembentukan karakter dan pola pikir kita dalam menyikapi persoalan hidup ini?

Oke, baik. Mungkin ada sebagian yang nggak setuju dengan saya karena seolah memisahkan antara agama dengan pola asuh orang tua. Tidak. Sama sekali tidak. Saya tidak memisahkan hal itu, karena tentu penanaman unsur agamis di masa kanak-kanak memang sangat berpengaruh juga pada hal tersebut. Saya merasakan sendiri bagaimana lingkungan masa kecil saya sangat menuntut saya untuk rajin mengaji, sholat di masjid, disiplin yang tiada tara, berani bertanggung jawab dan banyak hal lagi itu tak lepas dari unsur agamis itu sendiri. Tetapi saya ingin melihat dari sisi lain, sebenarnya apa sih yang beda antara pola asuh anak jaman dulu dengan jaman now atau masa kini.

Saya ingin flashback ke masa kecil, dimana saya merasa memang benar masa-masa itulah yang membentuk pribadi saya saat ini. Saya boleh klaim bahwa masa kecil saya penuh dengan 'tantangan' dan jauh berbeda dengan kids jaman now. Saya tinggal di sebuah desa di selatan jawa bagian tengah, sekitar 5km dari pantai. Desa saya dikelilingi sawah dan terdapat sungai yang dulu menjadi ladang bermain yang menyenangkan sekaligus menegangkan. Desaku juga tak jauh dari hiruk pikuk pasar tradisional yang menjadi pusat perekonomian daerah situ. Dari karakteristik daerah di mana masa kecil saya tinggal, sudah ketauan kan kalau saya orang desa yang mata pencaharian penduduk sekitar sebagian besar adalah bertani dan berdagang.

Semasa kecil bisa dibilang saya ini anak yang bandel. Tapi sebandel-bandelnya anak jaman dulu, saya masih nurut sama orang tua, nggak berani ngelawan, tau waktu. Waktunya makan ya makan, waktunya sholat ya sholat, waktunya ngaji ya mau nggak mau, suka nggak suka kudu ngaji. Se-lagiasik-asiknya-main bola di pekarangan dekat rumah misalnya, tapi udah masuk waktu asar ya pasti pada berhenti tuh, sholat dulu. Perkara nanti mau lanjut lagi ya lanjut aja sampe menjelang maghrib. Terus pulang mandi, setelah itu berangkat mengaji ke surau. Kala itu, tempat mengaji saya lumayan jauh sehingga harus diantar Bapak. Dari situ saya sadari, betapa disiplin waktu terpelajari dan tertanam dalam benak saya hingga kini. Oiya ini bukan berusaha mencari justifikasi loh ya bahwa anak bandel itu baik. He he he...

Saya memiliki orang tua yang luar biasa. Ibu saya seorang pedagang dan bapak saya bertani sekaligus partner berdagang ibu. Saya bersembilan saudar dan kami anak-anaknya sering sekali ditinggal untuk waktu beberapa hari untuk keperluan berdagang ke kota lain, sehingga mau-tak-mau kami dituntut untuk menjadi mandiri. Saya kecil, dan kakak-kakak saya lainnya pun sama, diajari untuk mencuci baju sendiri sejak kecil, mencuci minimal perlengkapan makan minum setelah dipakai sendiri. Kami pun dituntut untuk menjadi anak-anak yang bertanggung jawab, dalam kapasitas seorang anak kecil, agar bisa menjaga diri dan menanggung segala akibat atas segala perbuatan yang dilakukan diri sendiri. Hal-hal yang mungkin dianggap sepele seperti itu, saya sadari ketika hidup terpisah dari orang tua mulai jaman kuliah di mana saya tak merasa begitu kewalahan atau insecure ketika harus mengerjakan semuanya sendiri karena jauh dari bapak ibu. Terlebih lagi, saya sendiri menyadari bahwa akan adanya konsekuensi dari semua tindakan yang dilakukan yang harus saya sikapi seperti apa sesuai dengan porsinya masing-masing.

Kemudian terkait cara komunikasi kita dengan orang lain, di masa kecil saya ditanamkan oleh bapak ibu tentang istilah 'unggah-ungguh'. Istilah ini merujuk pada pengertian tentang bagaiman kita bersikap kepada orang lain yang diajak berinteraksi sesuai dengan tingkatannya (terutama usia). Saya dituntut untuk bersopan-santun pada yang lebih tua, berlaku wajar dengan yang sepantaran serta mengayomi pada yang lebih muda. Hal itu diajarkan orang tua saya bukan dengan suruhan atau sekedar himbauan, tetapi dengan ajakan melalui contoh perilaku yang ditunjukkan dengan bagaimana mereka berinteraksi dengan mbah kakung misalnya, dengan rekan pedagang dan sesama bapak atau ibu di sekitar rumah. Bagaimana Bapak saya memberi contoh untuk minimal ngaturaken nuwun sewu (menyampaikan permisi) saat akan melakukan sesuatu, yang kemudian tertanam dalam alam bawah sadar saya yang masih kecil dan terus ada hingga sekarang ini. Bekal asuh tentang unggah-ugguh ini sungguh sangat berpengaruh pada diri saya saat ini.

Di satu sisi, saat kembali merenung soal parenting ini kadang saya berpikir lagi, suatu ketika bisa saja saya memilih untuk menjadi orang jahat, urakan, nggak tau aturan dan yang nggak bener lainnya. Tapi biar bagaimanapun, semacam ada anchor yang sudah menghunjam begitu dalam sehingga pada akhirnya ada dorongan untuk menghindari itu semua. Selalu ada pertimbangan-pertimbangan yang pada akhirnya membuat saya memilih untuk berusaha menjadi baik daripada menjadi jahat. Uniknya, saat dirunut ke belakang ternyata pola pikir seperti ini, anchor-nya itu telah mulai dihunjamkan mulai dari keluarga. Bapak ibu dan lingkungan saya semasa kecil sangat berpengaruh terhadap apa yang saya alami saat ini.

Mencoba membandingkan dengan kids jaman now, fenomena yang saya amati sangat jauh berbeda. Entahlah, saya merasa seperti ada yang salah dengan anak-anak jaman sekarang. Cara mereka berpikir, berperilaku, berbicara dan mengambil sikap sepertinya mengalami pergeseran ke arah yang minus. Saya tidak meng-generalisir tetapi banyak contoh di lapangan bagaimana bahasa anak-anak jaman sekarang yang begitu vulgar, sangat tidak santun, tak ada unggah-ungguh, hingga pada akhirnya merujuk pada cara mereka mengambil sikap yang terkesan memiliki ketergesa-gesaan. Banyak kasus dimana anak-anak begitu mudahnya mengambil keputusan untuk melakukan hal-hal menyimpang tanpa memikirkan dampak ke depannya bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Apalagi kids jaman now itu dari lahir sudah terpapar kemajuan teknologi (saya nggak bilang anak jaman dulu ketinggalan jaman dari lahir). Bisa dilihat kan, kids jaman now ini cenderung egosentris dan pola komunikasinya rada 'aneh'.

Namun demikian, bukan berarti tak ada cara dalam mengelola parenting jaman now ini menjadi sebuah peluang yang bagus bagi tumbuh kembang anak. Asalkan dilakukan dengan cara yang baik untuk cita-cita yang baik. Jujur, kelak saya akan menjadi orang tua (aamiiin...) dan kecenderungan terhadap ketakutan pada soal parenting ini sering muncul. Menerapkan pola asuh jaman saya kecil dulu di era sekarang ini juga sudah pasti sulit. Sulit bukan berarti tidak bisa, karena mengadopsi nilai-nilai (kearifan) pengasuhan orang tua kita jaman dulu tentu menjadi salah satu solusi yang dapat kita terapkan. Kita perlu menanamkan soal unggah-ungguh, membekali anak-anak kita dengan nilai-nilai yang baik yang tentunya menjadi visi bersama orang tua (suami-istri) dalam rangka menghunjamkan anchor yang kuat bagi perkembangan generasi-generasi 'kids jaman now' nan unggul, berunggah-ungguh dan berdaya saing.

Penting juga diamini bahwa menjadi orang tua itu akan terasa susah-susah-gampang. Menjadi ayah atau ibu, perlu membekali diri dengan literasi parenting yang baik. Di era overwhelming information saat ini kita perlu banget memilah dan memilih bacaan yang tepat sebagai bekal kita mendidik anak. Pun demikian dalam hal memberikan asupan-asupan nutrisi literasi bagi anak, sangat perlu untuk selektif. Menjadi orang tua (dan calon orang tua) yang gemar membaca adalah sebuah solusi jangka panjang untuk menjadikan kita orang tua yang cerdas dan literet dalam membangun generasi unggul di masa mendatang.

Salam literasi bagi para orang tua, calon orang tua, dan yang bercita-cita menjadi orang tua...

1 comment: