Saturday, November 1, 2014

Kacamataku Raib di Tengah Epicnya Sunset Pura Uluwatu

View dari atas Pura Luhur Uluwatu
Beranjak dari Pantai Balangan, destinasi berikutnya adalah tempat mainstream yang selalu ada di paket tur ke pulau dewata. Apalagi kalo bukan Pura Uluwatu atau lengkapnya biasa disebut Pura Luhur Uluwatu. Perjalanan dari Pantai Balangan ke Uluwatu memakan waktu kurang lebih satu jam. Tenang, modal kami tetep kok, si keren waze…

Kami sampai di parkiran Pura Uluwatu sekitar pukul lima sore WITA. Yapski, belum ketinggalan sunset dong. Bayar parkir, parkir motor, kemudian langsung membeli tiket masuk untuk dua orang sebagai wisatawan dalam negeri meskipun wajah kami kebule-bulean (hehehe..) memakai selendang karena saya pake celana pendek untuk menghormati area peribadatan, kamipun masuk ke area pura. Sebelumnya beberapa orang sempat menawarkan diri sebagai pawang kera, maksudnya jadi pawang (guide) untuk melindungi kami dari kera-kera liar yang ada di area pura ini. Tapi kami memilih untuk melindungi diri kami sendiri dengan doa dan kewaspadaan. Sudah diingatkan untuk tidak menggunakan benda-benda yang mencolok perhatian, termasuk topi, perhiasan, kacamata. Yang lain-lain oke lah ya, tapi kalo kacamata, gimana nanti aku bisa jalan coba kalo tanpa kacamata. Akhirnya kacamata tetep aku pake dengan syarat kewaspadaan tingkat tinggi. Anw, kami berdua pake kacamata semua kok.

Fyi, Pura Uluwatu ini berdiri di atas bukit karang terjal dan tinggi, menjorok ke arah laut. Kalo orang Bali menyebut pura ini sebagai Pura Sad Kayangan yang dipercaya sebagai penyangga 9 arah mata angin. Awal mula, Pura Uluwatu digunakan sebagai tempat memuja seorang pendeta suci dari abad ke-11 bernama Empu Kuturan. Selanjutnya diturunkan sebagai tempat pemujaan bagi pendeta suci berikutnya, Dang Hyang Nirartha. Pendeta ini konon ceritanya mengakhiri perjalanan sucinya dengan ‘moksa’ atau ‘ngeluhur’ di pura ini. Kata terakhir inilah yang menjadi cikal bakal nama Pura Luhur Uluwatu.

Terus, karena letaknya yang berada di barat daya Bali dengan lokasi yang menjorok ke laut, Pura Uluwatu ini punya pesona sunset yang luar biasa epic. Ini pula yang menjadi daya tarik jutaan wisatawan untuk berkunjung ke Pura Uluwatu selain karena kearifan dan kekentalan budayanya.

Para wisatawan tengah menunggu sunset di sepanjang tangga-tangga Pura Uluwatu
Di area pura, puluhan bahkan ratusan kera berkeliaran secara liar. Pada awalnya mereka keliatan jinak, tapi bisa saja tiba-tiba mereka mengganggu pengunjung dengan menyerobot makanan atau benda-benda dan aksesoris yang pengunjung pakai. Itu sebabnya ada larangan seperti di awal tadi itu untuk menghindri keisengan kera-kera nakal ini.

Serunya, aku jadi salah satu korban keisengan kera nakal itu. Jadi ceritanya pas lagi asik-asiknya menikmati sunset dengan spot yang strategis, keluar pagar dan menempatkan badan di atas batu untuk hunting foto, tanpa diduga-duga seekor kera bertengger di pundak. Awalnya sempet kaget dan nggak sadar juga apa yang diembat sama si kera tadi itu. Ciwul pun sempet berteriak mengingatkan tapi sudah terlambat karena ternyata kera iseng itu sudah menyambar kacamataku. Hiks. Kacamataku raib diembat sama kera naka penghuni uluwatu, dan dengan santainya setelah dia mengambil kacamataku terus bertengger di atas batu sambal mainin kacamata hasil embatannya itu. Kayak yang mukanya tuh ngeselin, sambal ngelewein..”rasain kacamata elu gue embat nih!” Kesel nggak? Kesel lah..tapi apa mau dibuat…

We said 'peace' through the sunset
Detik-detik sebelum kera nakal ngembat kacamataku, pas lagi take this epic picture
Pura Luhur Uluwatu, riwayatmu kini dan nanti...
Alhasil, gue harus meraba-raba dalam keburaman selama berjalan di area Pura Uluwatu. Alhamdulillah punya partner yang luar biasa keren, Ciwul bersedia meminjamkan kacamatanya karena nanti masih harus nyetir motor sampai pulang ke hotel. Bisa bahaya kalo nggak pake kacamata. Berhubung minus kita juga nggak terpaut jauh, jadi msaih kompatibel tuh kacamata partner kesayanganku sama mataku. Alhamdulillaaaaah…

Begitulah, setelah kejadian itu, kami bersiap keluar area pura karena hari mulai gelap dan kabarnya semakin gelap, kera-kera  di sana akan semakin liar. Terbukti sih, pas jalan keluar di sepanjang jalan menuju pintu gerbang sudah bersiaga pawang-pawang kera yang siap dengan ketapelnya untuk menolong pengunjung yang diisengin sama kera-kera nakal.

Terlepas dari semua itu, Pura Luhur Uluwatu emang super epic. Aku ngebayangin dulu jaman abad kesebelas, Sang Empu Kuturan berhasil menemukan tempat suci yang bakal jadi tempat pemujaan yang tepat kemudian dia membangun pura ini dari awal di atas bukit karang setinggi 98 meter di atas permukaan laut. Dan yang pasti entahlah dengan kekuatan atau tenaga apa yang dia gunakan sehingga akhirnya kita, generasi ke sekian sekian sekian bisa menikmati pesona keluhuran Pura Luhur Uluwatu ini. Cuma agak sedih juga sih ngeliat turis-turis, baik dalam maupun luar negeri yang iseng banget foto-foto jamaah yang sedang berdoa di area pura yang ‘maaf’ bisa dibilang tanpa sopan santun. Bisa aja mereka mengganggu kekhusyukan para jamaah yang tengah berdoa itu.

Karena narsis sudah jadi bagian hidup kami, terutama yang depan itu, muehehehe...
Dan ini kenangan terakhir sebelum kacamata diembat sama kera nakal, hiks.
Pesan kami, sebagai turis, kita juga harus menghargai batas antara menikmati tempat wisata dengan kesakralan tempat wisata itu. Jangan sampe apa yang kita perbuat malah jadi mengganggu kesakralan tempat peribadatan tersebut. Saling toleransi lah, kita nggak mau juga kan pas lagi beribadah tiba-tiba ada yang foto-fotoin di depan kita?

No comments:

Post a Comment