Museum Affandi |
Punya pacar orang Jogja (meskipun darahnya bukan Jogja
Aseli) jadi nilai lebih buat gue yang doyan jalan-jalan dan pengen nyari
sesuatu yang beda dari jalan-jalan itu. Apalagi doi juga demen banget sama yang
namanya jalan-jalan bin ngebolang binti hangout
bahasa kerennya. Doi paling tau kalo udah diajakin jalan, pasti yang
pertama kali keliatan itu senyumnya yang selalu bikin rindu itu. Huss..apaan
ini jadi sosweet gini guenya. Bisa jadi ini efek dari museum yang mau kita
kunjungin ini, bisa jadi bisa jadi bisa jadi…!!!
Kali ini gue pengen ngajak pacar gue yang namanya udah tak asing lagi berseliweran di blog ini, Ciwul (samperin aja blognya doi di...ciwulsky), buat nyamperin satu museum atau yang sebenernya sih sebuah galeri seni yang dijadikan museum di Jogja. Lokasinya di Jalan Raya Solo, keliatan banget lah tempatnya kalo jalan ke arah Amplas (Ambarrukmo Plasa) ada di kiri jalan. Pokoknya strategis banget lokasi museum satu ini.
Masuk ke area museum ini, area parkirnya ya cuma di
halamannya, tanpa atap. Jadi kalo hujan, ya tunggangan kita bakal pasti
keujanan, kalo panas ya kepanasan. Tiket masuk seharga Rp20.000,-/orang
ditambah Rp10.000,- kalo mau foto-foto pake kamera biasa (henpon, kamera poket)
dan Rp25.000,- kalo mau foto-fotonya pake kamera DSLR. Mahal? Mahal? Mahal? Worth it, sih kalo kata gue. Kenapanya,
baca kelanjutannya makanya…
Setelah parkir, bayar tiket masuk dan izin foto, kita dibawa
ke galeri pertama. Guidenya waktu itu kebetulan adalah mahasiswa PKL, jadi
nggak terlalu berharap banyak informasi dari mereka sebenernya. Bukannya
merendahkan, karena faktanya mereka masih kurang menguasai materi galeri yang
ada. Tapi yasudahlah, kalem aja lanjut terus. Di galeri pertama, kita disuguhi
oleh lukisan-lukisan Eyang Affandi. Semuanya karya beliau karena emang galeri
ini khusus untuk karya-karyanya. Perkembangan karya lukis beliau dari awal
masih beraliran naturalisme hingga ekspresionisme bisa terlihat di sini.
Sungguh sapuan kuas seorang maestro sejati kalo gue bilang tiap melihat karya
beliau. Beliau punya ciri khas dalam karya lukisannya yaitu menampilkan bulatan
berwarna kuning yang mirip matahari. Menurut informasi, itu adalah salah satu
ekspresi filosofi hidup yang diembannya dalam berkarya.
Selain karya lukisan, di galeri pertama ini juga ada
barang-barang peninggalan Eyang Affandi semasa hidupnya, mulai dari sandal
jepit yang mereknya “Sky Boat” (sumpah ini jadul parah), kaos oblong yang
dipake beliau pas melukis, piagam-piagam penghargaan, sepeda onthel, sampai
mobil jadul yang dulunya jadi tunggangan favorit beliau buat bepergian mencari
inspirasi, sebuah Mitsubishi Gallant keluaran tahun 1970. Mobil ini super antik
karena olehnya dimodif seperti bentuk ikan, binatang indah dan lincah yang
sangat beliau sukai. Bahkan pihak Mitsubishi sempat pernah ingin membelinya,
tapi tidak disetujui oleh pihak museum karena selain sebagai koleksi museum,
ini juga jadi kenang-kenangan dari almarhum.
Sebelum lanjut ke galeri berikutnya, gue pengen ngasih
sedikit info nih kalo desain atap bangunan di museum ini menyerupai daun
pisang. Ini ada filosofinya loh. Jadi berdasarkan informasi, dulu waktu kecil,
Affandi pernah sakit demam tinggi hingga hampir meninggal. Karena panik, ibu
beliau kemudian membungkus seluruh Affandi kecil dengan daun pisang. Semalam
suntuk dibungkus daun pisang, akhirnya panas Affandi kecil berangsur turun dan
akhirnya sembuh. Oleh karena itu, daun pisang punya sejarah tersendiri dalam
hidupnya dan beliau mengaplikasikannya ke dalam museum yang menjadi endorse
dirinya itu. Kreatif, inovatif dan pastinya filosofis ya nggak, sis-bro?
Oke kita cus ke galeri kedua yang isinya adalah lukisan
karya pelukis-pelukis lokal yang dipajang dan juga boleh dibeli oleh pengunjung
yang berminat. Aliran lukisan di galeri kedua ini bermacam-macam tapi
kesemuanya adalah modern kontemporer, bahkan ada pula karya kristik dan mural. Ada
doodle juga yaa yang super gede. Buat yang suka doodling, coba aja dateng ke
ini museum.
Nggak begitu lama kita di galeri ini, karena selain pusing
buat mengapresiasi tiap karya lukisnya, juga kita nggak berniat membeli
lukisan. Oke yuk cus aja sob…
Masuk galeri ketiga, suasana terasa berbeda. Di tengah ruang
tergantung dua karya seni yang berupa gitar kecil yang tiba-tiba dengan tangan
super kreatif berubah menjadi sebuah boneka nan artistik. Agak ke tengah lagi
ada sebuah patung dari (sepertinya sebatang pohon entah apa itu…) yang
berbentuk seperti seorang wanita yang misterius. Kalo kata Ciwul, itu mirip
Dementor, karakter gelap sipir penjara Azkaban di sekuel Harry Potter yang
hobinya mencium dan menyedot kebahagiaan dari siapa saja yang sukses
dikecupnya.
Dua boneka gitar yang jadi perhatian. |
Ini dia si Dementor, yang tengah, kalo di samping itu gue bareng Ciwul. |
Keluarga Affandi memang keluarga berdarah seni yang tinggi.
Mereka kreatif dan pastinya romantis, bagi gue sih gitu. Mereka romantis karena
the beautiful of art telah
mempersatukan mereka dalam sebuah jalinan keluarga yang emejing. Karya-karya
mereka pun telah mendunia dan dikoleksi oleh kolektor-kolektor terkenal.
Kita juga romanpic... |
Duh, ngelantur nggak sih gue? Anggep aja enggak ya, bentar…mau
‘laporan’ dulu ya sama yang di Atas. Udah waktu dzuhur nih, gini-gini gue juga
masih inget beribadah. Sama pacar gue, cus ambil air wudhu terus sholat di
sebuah mushola yang bentuknya kereta andong tempo dulu gitu. Kami berjamaah di
sini, subhanallah kan rasanya… Usut-punya-usut kereta ini dulunya adalah sebuah
kamar yang diminta oleh istri Affandi (Maryati) sebagai tempat istirahat gitu.
Di kereta ini juga dulunya dilengkapi dapur, loh. Dan Affandi nyanggupin permintaan istrinya ini dengan
aaaaaaarts. Kebayang nggak sih gimana sayangnya Eyang Affandi sama istrinya
itu? Kurang romanpic, romantis-epic apa lagi coba? Gue gak mau kalah…tsaaaahh…
Kelar sholat, lanjut ke galeri keempat. Eiiiits, sebelumnya
kita mampir di menara yang mungkin sebagai gardu pandang gitu yang letaknya
tepat di sebelah galeri ketiga. Sayangnya kita nggak sempet foto-foto sih, jadi
kalo pengen tau ya dateng aja ke Museum Affandi ini ya. Di galeri keempat yang
sekaligus galeri terakhir di Museum Affandi ini, banyak lukisan yang dipajang
dan”mereka” semua dijual. Harganya jangan ditanya…maharani abis booo alias mahal
buanget! Aaarts meeen aaaaaaaarts… pengen beli? Dateng langsung aja ya…
Ini dia Cafe Loteng itu lengkap sama patung jumbo Eyang Affandi |
Di area Museum Affandi ini, selain galeri-galeri yang udah
gue ceritain barusan juga ada sanggar lukis buat belajar melukis, ada juga kios
souvenir yang menjual aneka kerajinan dan buah tangan, dan sebuah kafe yang
namanya unik, “Café Loteng”. Tau kan loteng itu kan bagian rumah yang ada di
atas plafon dan di bawah atap. Nah itu dipake jadi sebuah kafe di sini. Di
depan Café Loteng ini, kita bakal disambut sama patung super gede dari Eyang
Affandi ini, kurang kreatif apa coba? Dan dengan membayar tiket masuk seharga
Rp20.000,- tadi, kita dapet free
softdrink di kafe ini, lumayan.
Di Museum ini, juga terdapat makam dari
Affandi dan Istrinya yang berjajar di samping galeri pertama. Gue tersentuh
liat makam mereka berdua, bahkan hingga ketika meninggal pun mereka masih
bersebelahan, physically.
Makam Affandi dan Istrinya di area museum, romantis... |
No comments:
Post a Comment