Friday, July 19, 2013

Museum Keluarga yang Kreatif dan Romantis, Ya Museum Affandi


Museum Affandi
Lamaaaaa banget pengen ngunjungin museum satu ini. Sejak nggak sengaja dapet info tentang museum ini dari seorang dosen sejarah kesenian di kampus, gelora di dada dan rasa penasaran untuk bisa lihat sendiri isi museum ini semakin membuncah. Ditambah lagi, tokoh satu ini menjadi obyek pilihan pertama yang tadinya mau gue apresiasi dalam tugas mata kuliah tersebut, meskipun gagal karena keduluan temen yang lain dan akhirnya dapet Popo Iskandar.  Yap! Bener banget lah, nggak usah bikin tebak-tebakan karena di judulnya juga udah keliatan kalo gue pengen ngulas tentang kunjungan ke Museum Affandi beberapa waktu lalu.

Punya pacar orang Jogja (meskipun darahnya bukan Jogja Aseli) jadi nilai lebih buat gue yang doyan jalan-jalan dan pengen nyari sesuatu yang beda dari jalan-jalan itu. Apalagi doi juga demen banget sama yang namanya jalan-jalan bin ngebolang binti hangout bahasa kerennya. Doi paling tau kalo udah diajakin jalan, pasti yang pertama kali keliatan itu senyumnya yang selalu bikin rindu itu. Huss..apaan ini jadi sosweet gini guenya. Bisa jadi ini efek dari museum yang mau kita kunjungin ini, bisa jadi bisa jadi bisa jadi…!!!

Kali ini gue pengen ngajak pacar gue yang namanya udah tak asing lagi berseliweran di blog ini, Ciwul (samperin aja blognya doi di...ciwulsky), buat nyamperin satu museum atau yang sebenernya sih sebuah galeri seni yang dijadikan museum di Jogja. Lokasinya di Jalan Raya Solo, keliatan banget lah tempatnya kalo jalan ke arah Amplas (Ambarrukmo Plasa) ada di kiri jalan. Pokoknya strategis banget lokasi museum satu ini.

Masuk ke area museum ini, area parkirnya ya cuma di halamannya, tanpa atap. Jadi kalo hujan, ya tunggangan kita bakal pasti keujanan, kalo panas ya kepanasan. Tiket masuk seharga Rp20.000,-/orang ditambah Rp10.000,- kalo mau foto-foto pake kamera biasa (henpon, kamera poket) dan Rp25.000,- kalo mau foto-fotonya pake kamera DSLR. Mahal? Mahal? Mahal? Worth it, sih kalo kata gue. Kenapanya, baca kelanjutannya makanya…

Setelah parkir, bayar tiket masuk dan izin foto, kita dibawa ke galeri pertama. Guidenya waktu itu kebetulan adalah mahasiswa PKL, jadi nggak terlalu berharap banyak informasi dari mereka sebenernya. Bukannya merendahkan, karena faktanya mereka masih kurang menguasai materi galeri yang ada. Tapi yasudahlah, kalem aja lanjut terus. Di galeri pertama, kita disuguhi oleh lukisan-lukisan Eyang Affandi. Semuanya karya beliau karena emang galeri ini khusus untuk karya-karyanya. Perkembangan karya lukis beliau dari awal masih beraliran naturalisme hingga ekspresionisme bisa terlihat di sini. Sungguh sapuan kuas seorang maestro sejati kalo gue bilang tiap melihat karya beliau. Beliau punya ciri khas dalam karya lukisannya yaitu menampilkan bulatan berwarna kuning yang mirip matahari. Menurut informasi, itu adalah salah satu ekspresi filosofi hidup yang diembannya dalam berkarya.

Selain karya lukisan, di galeri pertama ini juga ada barang-barang peninggalan Eyang Affandi semasa hidupnya, mulai dari sandal jepit yang mereknya “Sky Boat” (sumpah ini jadul parah), kaos oblong yang dipake beliau pas melukis, piagam-piagam penghargaan, sepeda onthel, sampai mobil jadul yang dulunya jadi tunggangan favorit beliau buat bepergian mencari inspirasi, sebuah Mitsubishi Gallant keluaran tahun 1970. Mobil ini super antik karena olehnya dimodif seperti bentuk ikan, binatang indah dan lincah yang sangat beliau sukai. Bahkan pihak Mitsubishi sempat pernah ingin membelinya, tapi tidak disetujui oleh pihak museum karena selain sebagai koleksi museum, ini juga jadi kenang-kenangan dari almarhum.

Sebelum lanjut ke galeri berikutnya, gue pengen ngasih sedikit info nih kalo desain atap bangunan di museum ini menyerupai daun pisang. Ini ada filosofinya loh. Jadi berdasarkan informasi, dulu waktu kecil, Affandi pernah sakit demam tinggi hingga hampir meninggal. Karena panik, ibu beliau kemudian membungkus seluruh Affandi kecil dengan daun pisang. Semalam suntuk dibungkus daun pisang, akhirnya panas Affandi kecil berangsur turun dan akhirnya sembuh. Oleh karena itu, daun pisang punya sejarah tersendiri dalam hidupnya dan beliau mengaplikasikannya ke dalam museum yang menjadi endorse dirinya itu. Kreatif, inovatif dan pastinya filosofis ya nggak, sis-bro?

Oke kita cus ke galeri kedua yang isinya adalah lukisan karya pelukis-pelukis lokal yang dipajang dan juga boleh dibeli oleh pengunjung yang berminat. Aliran lukisan di galeri kedua ini bermacam-macam tapi kesemuanya adalah modern kontemporer, bahkan ada pula karya kristik dan mural. Ada doodle juga yaa yang super gede. Buat yang suka doodling, coba aja dateng ke ini museum.

Nggak begitu lama kita di galeri ini, karena selain pusing buat mengapresiasi tiap karya lukisnya, juga kita nggak berniat membeli lukisan. Oke yuk cus aja sob…

Masuk galeri ketiga, suasana terasa berbeda. Di tengah ruang tergantung dua karya seni yang berupa gitar kecil yang tiba-tiba dengan tangan super kreatif berubah menjadi sebuah boneka nan artistik. Agak ke tengah lagi ada sebuah patung dari (sepertinya sebatang pohon entah apa itu…) yang berbentuk seperti seorang wanita yang misterius. Kalo kata Ciwul, itu mirip Dementor, karakter gelap sipir penjara Azkaban di sekuel Harry Potter yang hobinya mencium dan menyedot kebahagiaan dari siapa saja yang sukses dikecupnya.
Dua boneka gitar yang jadi perhatian.
Lepas dari karya seni itu, di dinding-dindingnya terpajang banyak karya-karya seni dari istri dan anak-anak Affandi. Karya dari Maryati (istri Affandi) terpajang mulai dari lukisan hingga karya sulaman yang menjadi kesenangan beliau. Darah seni Affandi memang mengalir pada anak-anaknya sehingga mereka pun punya bakat yang sama dengan sang ayah meskipun pada kenyataannya mereka pun punya pekerjaan lain. Kartika Affandi, putrinya yang pernah belajar seni di Universitas Tagore Santhiniketan India, belajar tentang patung di Polytechnic School of Art London, Akademi Seni Rupa di Viena, dan belajar mengenai preservasi benda cagar budaya di Roma. Karya patung tadi adalah hasil karya beliau.

Ini dia si Dementor, yang tengah, kalo di samping itu gue bareng Ciwul.
Rukmini Yusuf Affandi, putri Affandi yang karya lukisnya juga dipajang di galeri ketiga ini, awalnya juga seorang lulusan Akademi Keuangan dan Bank, serta PAAP UGM jurusan pemasaran. Bakat lukisnya muncul setelah beliau menikah dan tinggal di Tasikmalaya. Affandi sendiri sering membimbingnya dalam berkarya dan kemudian beliau merekomendasikan Rukmini untuk berguru kepada Barli Sasmitawinata.

Keluarga Affandi memang keluarga berdarah seni yang tinggi. Mereka kreatif dan pastinya romantis, bagi gue sih gitu. Mereka romantis karena the beautiful of art telah mempersatukan mereka dalam sebuah jalinan keluarga yang emejing. Karya-karya mereka pun telah mendunia dan dikoleksi oleh kolektor-kolektor terkenal.

Kita juga romanpic...
Duh, ngelantur nggak sih gue? Anggep aja enggak ya, bentar…mau ‘laporan’ dulu ya sama yang di Atas. Udah waktu dzuhur nih, gini-gini gue juga masih inget beribadah. Sama pacar gue, cus ambil air wudhu terus sholat di sebuah mushola yang bentuknya kereta andong tempo dulu gitu. Kami berjamaah di sini, subhanallah kan rasanya… Usut-punya-usut kereta ini dulunya adalah sebuah kamar yang diminta oleh istri Affandi (Maryati) sebagai tempat istirahat gitu. Di kereta ini juga dulunya dilengkapi dapur, loh. Dan Affandi nyanggupin permintaan istrinya ini dengan aaaaaaarts. Kebayang nggak sih gimana sayangnya Eyang Affandi sama istrinya itu? Kurang romanpic, romantis-epic apa lagi coba? Gue gak mau kalah…tsaaaahh…

Kelar sholat, lanjut ke galeri keempat. Eiiiits, sebelumnya kita mampir di menara yang mungkin sebagai gardu pandang gitu yang letaknya tepat di sebelah galeri ketiga. Sayangnya kita nggak sempet foto-foto sih, jadi kalo pengen tau ya dateng aja ke Museum Affandi ini ya. Di galeri keempat yang sekaligus galeri terakhir di Museum Affandi ini, banyak lukisan yang dipajang dan”mereka” semua dijual. Harganya jangan ditanya…maharani abis booo alias mahal buanget! Aaarts meeen aaaaaaaarts… pengen beli? Dateng langsung aja ya…

Ini dia Cafe Loteng itu lengkap sama patung jumbo Eyang Affandi
Di area Museum Affandi ini, selain galeri-galeri yang udah gue ceritain barusan juga ada sanggar lukis buat belajar melukis, ada juga kios souvenir yang menjual aneka kerajinan dan buah tangan, dan sebuah kafe yang namanya unik, “Café Loteng”. Tau kan loteng itu kan bagian rumah yang ada di atas plafon dan di bawah atap. Nah itu dipake jadi sebuah kafe di sini. Di depan Café Loteng ini, kita bakal disambut sama patung super gede dari Eyang Affandi ini, kurang kreatif apa coba? Dan dengan membayar tiket masuk seharga Rp20.000,- tadi, kita dapet free softdrink di kafe ini, lumayan. 

Di Museum ini, juga terdapat makam dari Affandi dan Istrinya yang berjajar di samping galeri pertama. Gue tersentuh liat makam mereka berdua, bahkan hingga ketika meninggal pun mereka masih bersebelahan, physically.

Makam Affandi dan Istrinya di area museum, romantis...
Mereka romantis, dan gue dapet pelajaran berharga tentang romantisme di sini. Gue juga pasti bisa, bareng partner sekaligus calon istri gue, gue harus saling menghargai dan menghormati apapun passion pasangan, saling dukung itu, saling cintai itu, biarkan saling berkembang, dan rasa keromantisan itu akan tumbuh seiring sikap ke-saling-an itu. Gue…pasti…bisa!!! Yuk, car… 

No comments:

Post a Comment