Libri di Luca |
Ada sekelompok orang yang menamakan dirinya Lector. Mereka
adalah orang-orang dengan kemampuan luar biasa. Orang-orang yang mampu
memengaruhi orang lain lewat sebuah bahan bacaan yang dibacakannya. Memengaruhi
orang tanpa mereka sadari. Memengaruhi pandangan mereka pada tulisan, tema atau
hal lainnya. Bahkan bisa mengubah pendapat seseorang tentang sebuah masalah,
semau mereka. Apakah ini kemampuan, bakat atau bencana yang bisa merugikan
orang lain?
Diawali dengan kematian seorang pemilik toko buku terkenal
di distrik Vesterbro, Kopenhagen, perjalanan kisah ini bermula. Libri di Luca,
nama toko buku tersebut. Toko buku legendaris milik keluarga pecinta buku,
Campelli. Luca Campelli adalah generasi kesekian yang mewarisi harta berharga
tersebut sebelum akhirnya meninggal di toko buku miliknya karena—menurut banyak
pendapat—terkena serangan jantung. Dia juga seorang Lector. Sepeninggalnya,
kepemilikan Libri di Luca kemudian jatuh ke anak Luca satu-satunya yang
berprofesi sebagai pengacara, Jon Campelli.
Jon, yang awalnya tidak sadar bahwa dirinya adalah seorang
Lector dan menolak untuk mengelola Libri di Luca, menuntut keabsahan kemampuan seorang Lector dari
rekanan ayahnya di sana yaitu Iversen. Iversen yang juga seorang Lector dengan
dibantu Katherina akhirnya berhasil meyakinkan Jon bahwa dirinya memang memiliki
kemampuan luar biasa itu. Jon pun akhirnya tahu bahwa Libri di Luca adalah markas
sebuah Perkumpulan Pencinta Buku yang anggotanya adalah para Lector.
Perjalanan Jon terus berlanjut, diwarnai dengan kisah
asmaranya dengan seorang gadis pengidap dyslexia
yang juga Lector, Katherina. Kematian demi kematian terus berlanjut dan
kecurigaan adanya campur tangan Organisasi Bayangan yang muncul dari masa lalu
kembali menyeruak. Puncaknya ialah setelah kematian pemimpin Lector dari kubu
penerima, Kortmaan. Dia yang tadinya menjadi suspect adanya campur tangan Organisasi Bayangan ternyata justru
tewas tergantung di menara rumahnya. Tidak lama berselang, rumahnya pun turut
terbakar bersama ribuan koleksi buku berharganya.
Dugaan adanya mata-mata dari Perkumpulan Pencinta Buku,
keterlibatan seorang pebisnis terkemuka di Kopenhagen, hingga perpustakaan
legendaris di Mesir, Bibliotheca Alexandria mewarnai alur kisah cerita ini.
Mikkel Birkegaard, sang penulis novel, mampu menyajikan kisah tentang dunia
literasi yang dibumbui dengan misteri, dan teori konspirasi suatu sekte
legendaris. Dia mampu membawa pembaca menyelami setiap detail kisahnya tanpa
keinginan untuk berhenti sebelum selesai.
Saya tertarik dengan kisah ini, banyak sisi filsafat dan
pengetahuan disajikan. Digambarkan di sana, Kafka yang muncul di kematian Lee,
seorang Lector yang diduga bunuh diri di flatnya. Kafka muncul bukan dalam
bentuk manusia tapi karyanya, bukunya. Kafka bisa dibaca dalam banyak cara. Beberapa
orang membaca bukunya karena menilainya sebagai sebuah sindiran terhadap
masyarakat. Kita tidak usah berusaha keras untuk menemukan ketidakberdayaan di
tulisan Kafka dan bila tempatnya sesuai maka tidak terlalu sulit untuk merasa
depresi. Jadi, Kafka turut berperan serta dalam mati-bunuh-diri-nya Lee dalam
kisah ini, secara teori.
Di tengah genre romantic, teenlit dan sejenisnya, buku yang
sudah cukup lama beredar ini (versi bahasa terbit tahun 2009) menyajikan genre
dan tema yang otentik. Dunia baca, komunitas membaca, kemampuan membaca,
perpustakaan dijadikan latar utama. Selain itu, filsafat menjadi substansi yang
tidak bisa dilepaskan dari kisah ini. Mengambil dari eksistensialisme Gabriel
Marcel, khususnya eksistensi orang yang sudah mati digambarkan jelas di sini. Keterkaitan
having-being ayah anak, Luca Campelli
dan Jon Campelli menunjukkan tentang bagaimana cara Jon memandang Luca yang
telah meninggal tersebut.
Jon tidak hanya sekedar menerima
Luca bahwa dia telah meninggal begitu saja (having).
Namun dia masih bisa merasakan eksistensi Luca dalam dirinya. Dia selalu hadir
di tengah-tengah kehidupannya, dalam bentuk kekuatan, bagaimana dia mengambil
keputusan dan bertindak. Jon yang sudah hampir 20 tahun tidak pernah bertemu
dengan Luca Campelli, ayahnya, ternyata setelah kematiannya justru merasa
semakin dekat dan mulai mengetahui alasan mengapa selama 20 tahun tersebut Luca
tak pernah mau menemuinya dan berlaku laiknya ayah yang jahat. Itu tidak lain
karena ingin melindungi Jon dari konspirasi Organisasi Bayangan yang akan membahayakan
keselamatan bahkan nyawa anaknya.
Nilai filsafat eksistensialisme
Marcel yang muncul mulai dari having-being,
uniting, hingga tentang creative fidelity dan hope. Apabila seseorang mampu memandang
orang lain sebagai being dalam artian
melihat eksistensinya secara keseluruhan, meskipun orang tersebut sudah tiada, being orang itu masih akan selalu hadir
dalam diri orang yang masih hidup. Juga, adanya sesuatu ikatan antara orang itu
(yang telah mati) dengan orang lain yang membuatnya menyatu (unite) maka kematian bukanlah sesuatu
masalah bagi orang yang masih hidup dan menjadikan kematian itu sebagai suatu
misteri. Misteri itulah yang kemudian diselami oleh orang yang masih hidup
sehingga mampu mereduksi perbedaan dimensi yang ada.
Kemudian, eksistensi orang yang
telah mati tersebut juga akan tetap hadir karena adanya creative fidelity (kesetiaan). Kesetiaan ini adalah tentang orang
yang masih hidup dengan yang sudah mati meskipun banyak pertentangan di dunia
eksternal. Di kisah Libri di Luca ini jelas digambarkan bagaimana awalnya (20
tahun silam) Jon merasa tidak dianggap anak oleh ayahnya sendiri, diperlakukan
semena-mena hingga diabaikan oleh Luca, hingga saat kematian Luca dia hadir dan
mengetahui rahasia dibalik setiap perlakuan ayahnya terhadap dirinya itu. Dari pengetahuan
itu, kembali muncul harapan (hope)
dalam diri Jon. Harapan tersebut terus tumbuh dalam diri Jon untuk selalu setia pada ayahnya dan berusaha untuk menguak
apa yang telah dimulai oleh Luca yaitu membuka rahasia konspirasi Organisasi
Bayangan.
Libri di Luca adalah sebuah novel
serius yang menghibur. Mulai dari genrenya, temanya, karakternya, latarnya, hingga
setiap detail masalah yang dihadirkan serasa mengundang kita untuk masuk di
dalam dunia Libri di Luca itu. Kemampuan memengaruhi pembaca lewat bahan bacaan
itu sepertinya benar-benar ada dan dimiliki oleh Mikkel Birkegaard dalam
menulis novel ini. Dunia membaca, perpustakaan dan literatur memang tak ada habisnya
untuk dieksplor, tinggal bagaimana kita melihat peluang itu dan memanfaatkannya
dengan semaksimal mungkin.
No comments:
Post a Comment