Yakin jadi PNS? |
Bapaknya marah
besar dengan alasan tersebut.
“Bapak ini pegawai
negeri tapi bapak tidak bekerja dengan alasan seperti kamu.”, demikian suara
keras sang Ayah.
“Bapak mengabdikan
diri pada negeri ini meski bapak sering merasa asing di negeri sendiri…Bapak
sering merasa tolol di antara para pemeras rakyat yang sah di mata hukum. Jadi
pengusaha itu lebih mulia, kamu bisa membantu memberi nafkah orang lain…” bentak bapak.
Si anak diam tidak
menjawab dalam ketakutannya. Karena
dimarahi bapaknya, si anak kabur dari rumah. Seminggu tidak ditemukan. Bapak
masygul mencari anaknya kesana kemari. Di minggu kedua nenek si anak telepon
bahwa cucunya baik-baik saja ada di rumah neneknya.
Mendengar kabar
tersebut, bapak langsung datang ke rumah ibunya. Setelah bertemu anaknya
terjadilah dialog dari hati kehati antara bapak dan anak.
“Mengapa kamu
bersikeras ingin jadi pegawai negeri, nak?”
“Di negeri ini jadi
pengusaha susah, Pak, banyak birokrasi, mendingan saya jadi birokratnya
aja…Hidup lebih enak demikian.”
“Kalau kamu memang
ingin kerja mengapa tidak di perusahaan swasta?”
“Bagaimana saya
bisa tenang kerja di perusahaan swasta, sementara pemerintahnya saja sering
mempersulit pengusaha swasta kecuali orang-orang yang dekat dengan pemerintahan?”
Anaknya terus
memberikan jawaban-jawaban skeptis.
“Baiklah anaku,
kalau memang itu keputusan kamu sekarang ikutlah denganku.”
Lalu si bapak
membawa anaknya jalan-jalan memasuki perkampungan. Di perkampungan bapaknya
menunjuk beberapa rumah paling sederhana, memang seluruh kampung tersebut
rumahnya mayoritas sederhana.
“Kalau kamu
bersikeras ingin jadi pegawai negeri, datanglah kamu ke lima rumah itu nak, dan
mintalah sepuluh ribu rupiah tiap rumahnya lalu kamu bilang bulan depan kamu
akan kembali lagi dan akan minta uang dengan jumlah yang sama.”
Anaknya kebingungan
dengan perkataan bapaknya. Bagaimana tidak, dia disuruh mengemis pada penduduk
yang hanya untuk makanpun mereka kesulitan. Anaknya tidak mau menuruti perintah
bapaknya, dia tetap diam.
Bapaknya kembali
berkata dengan membentak. “Cepatlah kamu pergi meminta uang pada mereka, nak!!
Bukankah kamu ingin jadi pegawai negeri?”
Anaknya tetap diam
dan matanya mulai berkaca.
“Bapak…bagaimana
mungkin aku mengemis pada mereka, sementara mereka untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya saja merasa kesulitan?”
Bapaknya kembali
memaksa. “Cepatlah kamu pergi dan mintalah uang pada mereka!!!”
Kali ini anaknya
menangis. Aku tidak bisa, pakAku lebih baik bekerja dengan keras dan meneteskan
keringat ini daripada aku harus meminta uang pada mereka…, sambil meneteskan
airmata.
Bapaknya kembali
berkata, kali ini dengan suara lembut dan bijak… “Anakku..Negeri kita tercinta
ini sedang sakit, kalau kamu jadi pegawai negeri hanya dengan alasan bekerja
santai dan mendapatkan uang dengan pasti, kamu hanya akan menambah beban negeri
ini. Beban rakyat yang hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja
mereka merasa kesulitan. Gaji pegawai negeri itu didapat dari rakyat yang
miskin ini nak…. Lebih baik kamu jadi pengusaha dengan meneteskan keringat kamu
sendiri untuk menafkahi keluarga kamu. Walaupun jadi pengusaha sangat kecil
sekalipun tidak apa, itu jauh lebih mulia dari pada kamu mengemis uang pada
rakyat yang miskin ini.”
Sang anak tertegun
dan mengangguk.
***
Tulisan di atas,
bukan hasil karya saya. Hanya saya pindahkan saja ke sini, dari email yang saya
terima beberapa waktu lalu, dari yang menamakan dirinya admin NOMOR 1.
Dalam pengantar disebutkan
bahwa itu adalah sebuah ‘Perenungan Malam’ yang dikirim oleh seorang teman
untuk saya. Ketika saya tanyakan pada teman yang dimaksud, ternyata ia tidak
mengirimkannya, mungkin hanya ulah mesin pengirim email otomatis…
Hmm... begitu ya?
Tak apalah… Lalu kenapa saya memindahkan tulisan itu ke sini? Apakah karena
saya setuju pada inti dari tulisan itu? Tidak!
Saya memostingnya
di sini bukan karena setuju bahwa menjadi pegawai negeri adalah pekerjaan yang
memeras rakyat! Saya pegawai negeri (lebih tepatnya baru jadi pegawai negeri),
dan saya sakit hati bila ada yang berpendapat demikian. Namun itu hak mereka
dan saya tetap menghargai opini itu meski tak setuju.
Saya seorang pegawai
negeri dan saya yakin, pekerjaan ini sama mulianya dengan pekerjaan lain.
Menjadi pegawai negeri – sebagaimana profesi lainnya di negeri ini — tak akan pernah
menghalangi saya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat! Semua
kembali kepada kita masing-masing.
Oya, ada satu hal
yang kusetujui dari tulisan diatas, yaitu pekerjaan apapun harus dimulai dengan
niat yang baik. Memilih menjadi pegawai negeri karena itu pekerjaan santai yang
bisa dijalani dengan mudah sambil menunggu waktu menggunakan jaminan hari tua,
itu adalah niat awal yang salah!
Saya sebagai newbie
di dunia pegawai negeri, ingin memulai niatan awal sebagai abdi negara ini
untuk ibadah. Sentimen dan anggapan-anggapan seperti kasus di atas biarlah tetap
menggonggong di luar sana. Saya hanya ingin menjadi pribadi lebih baik, pegawai
negeri yang baik dan bisa jadi agen perubahan bagi diri saya sendiri dan semoga
bagi lingkungan di sekitar saya.
Sekali lagi ini
opini saya, tidak sama dengan opini penulis renungan itu. Bagaimana opinimu,
teman?
Adaptasi dari mechta.blogdetik.com
No comments:
Post a Comment